Abdul Mu’ti: Indonesia Memang Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Abdul Mu’ti: Indonesia Memang Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Smallest Font
Largest Font

SLEMAN – Berbagai persoalan kebangsaan yang terjadi saat ini baru sebatas hilir. Hulunya ada di kebijakan pemerintah.

Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed., dalam acara “Pak Sekum Menyapa: Apa Kabar Muhammadiyah Hari Ini?” yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Depok, Sleman, Senin (7/3). Acara online ini dihadiri 230 peserta dari Depok Sleman dan daerah lain.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak isu hadir silih berganti menghampiri. Kalangan akar rumput adalah yang langsung dampaknya. Mulai dari kelangkaan minyak, termasuk kenaikan harga pangan.

Selain itu terdapat isu dari kalangan elit, salah satunya wacana pengunduran jadwal Pemilu 2024. Bahkan, di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah ada insiden di Banyuwangi, papan nama masjid milik Muhammadiyah dicabut. Hal ini tentu memantik rasa simpati seluruh warga persyarikatan.

Melihat kondisi negeri saat ini, Abdul Mu’ti setuju jika Indonesia disebut sedang tidak baik-baik saja. Pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak sistemik dan fundamental. Dampak pandemi juga menunjukkan betapa manusia hidup terkoneksi satu sama lain dan saling bergantung antara satu dengan lainnya.

“Kita hidup dalam tatanan dunia dimana saling bergantung dengan yang lain. Karena itulah, tidak ada hal yang bisa dilakukan kecuali saling memperkuat,” jelasnya.

Lalu, ketika melihat berbagai persoalan tersebut, tidak berdiri sendiri. Artinya, masalah yang sedang terjadi saat ini merupakan hilir dari persoalan yang lebih substantif ataumendasar. Contoh, kelangkaan minyak goreng adalah dampak kebijakan besar yang selama ini tidak bisa dikontrol pemerintah.

Alhasil, terjadilah kepanikan sosial di masyarakat dimana kekhawatiran tidak mendapatkan minyak goreng menjadi masalah serius. Adapun, hulu dari masalah tersebut bisa dilihat dari kebijakan pemerintah mengenai industri minyak goreng. Tidak hanya masalah minyak goreng, juga harga kebutuhan pokok lain akan mengalami kenaikan. Dikhawatirkan bisa berdampak pada sektor lain.

Mu’ti menyinggung munculnya wacana penundaan Pemilu 2024 yang sebenarnya tidak diperlukan. Jika argumen yang mendasari berkaitan ekonomi, pemerintah telah menyatakan bahwa ekonomi negeri mulai membaik dan tumbuh. Jika argumen tentang bencana, tidak ada yang bisa memprediksi datangnya bencana mengingat Indonesia berada di kawasan ring of fire. Beberapa argument lain tentang penundaan pemilu, sangat bisa dipatahkan, misalnya adanya perang Rusia – Ukraina.

“Akan menjadi masalah tersendiri jika pemilu ditunda. Seperti dijelaskan beberapa analis, berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan presiden, adalah kabinet, DPR, DPD, DPRD, dan berbagai jabatan lainnya,” ujar Mu’ti.

Berbagai persoalan di tanah air, masyarakat tidak bisa mengkapitalisasi tanpa melihat secara objektif sisi-sisi yang juga merupakan capaian pemerintah. Jika sesuatu dilihat aspek kekurangan saja, akan timbul pesimistis melihat masa depan Indonesia. Jika sesuatu hanya dilihat sisi positif, akan timbul rasa terlalu percaya diri, padahal sebelumnya ada banyak sekali masalah yang harus diselesaikan.

Mu’ti menekankan agar melihat persoalan dengan outlook objektif, melihat keberhasilan sekaligus tidak menutupi kekurangan. Keberhasilan yang sudah dicapai harus ditingkatkan, kemudian kekurangan harus diperbaiki.

Itulah ciri khas gerakan Muhammadiyah, tidak menjadi korektif – reaktif, dimana melihat kekurangan lalu bereaksi tanpa solusi atau jalan keluar. Muhammadiyah, sesuai khittah atau kepribadiannya menjadi organisasi yang terhadap pemerintahan senantiasa bersikap harmonis – kritis. Tetap mengedepankan harmoni tetapi juga bersikap kritis.

“Ini sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah. Kita mendukung pemerintahan yang sah, mematuhi hukum, sepanjang hukum itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan penyelenggaraan negara juga tidak bertentangan Pancasila & UUD 1945,” paparnya.

Mu’ti berpesan kepada seluruh warga persyarikatan untuk senantiasa menyampaikan kebaikan dengan makruf, disertai perkataan lembut tapi tegas, serta bernas, bermakna dalam, mulia, benar, dan bisa dipahami sebaik-baiknya oleh orang lain. Dalam melihat persoalan, diperlukan sikap objektif, independen, serta tidak mudah dipengaruhi hal-hal yang tidak diketahui sumbernya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

“Kita harus bisa mengajak semuanya untuk berbuat baik sesuai dengan prinsip mengajak kepada kebaikan, di samping juga mengingatkan bahwa kalau segala persoalan ini tidak kita atasi maka kita akan punya masalah sangat besar, yaitu bangsa ini menjadi bangsa yang tinggal sejarah,” tegasnya. (*)

 Wartawan: Dzikril Firmansyah
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow