Dadang Kahmad: Moderat Itu Bukan Liberal dan Bukan Radikal

Dadang Kahmad: Moderat Itu Bukan Liberal dan Bukan Radikal

Smallest Font
Largest Font

SUKABUMI – Bagi Muhammadiyah, moderasi bukan hal baru. Semangatnya adalah meneruskan yang sudah dilakukan Nabi Muhammad SAW antara lain dalam Piagam Madinah, lebih dari 1400 tahun lalu. Bukan liberal dan bukan fundamentalis radikal.

Pernyataan tegas itu disampaikan Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, salah satu Ketua PP Muhammadiyah, dalam pidato pembuka webinar “Moderasi Islam Berkemajuan dalam Bingkai Keindonesiaan”. Acara yang berlangsung Rabu (15/12) ini diselenggarakann Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Narasumber yang dihadirkan adalah Risal Fadillah, S.H. (Wakil Ketua PWM Jawa Barat), Dadang Syarifudin, M.A. (Wakil Ketua PWM Jawa Barat), serta Dr. H. M. Muchlas Rowie (Komisaris PT Jamkrindo, Founder Monday Media Group). Acara ini diberi kata sambutan oleh Dr. Sakti Alamsyah, M.Pd., Rektor UMMI.

Dadang Kahmad menegaskan bahwa kiblat gagasan moderat, tetapi dari ajaran Nabi Muhammad SAW. “Kita membicarakan sesuatu yang sangat strategis. Tapi sebenarnya ini bukan sebuah isu baru,” katanya. Moderasi atau wasathiyah adalah jalan yang diambil Muhammadiyah sejak dulu.

Ia mengulas moderasi dari kacamata ideologi, misalnya isi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) yang memberi gambaran soal wujud nilai-nilai moderat. “Kita bisa hidup dengan siapapun tetangga kita, agama apapun, dan bisa saling kasih makan,” tegasnya.

Tanfidz Muktamar 1 Abad Muhammadiyah menyebutkan bahwa masyarakat yang dicita-citakan Muhammadiyah adalah masyarakat madani dengan semangat wasathiyah. “Kita bukan orang liberal, bukan orang fundamentalis, radikal,” jelas guru besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung ini.

Mengutip ilustrasi Haedar Nashir, Dadang menyatakan bahwa Muhammadiyah laksana pesawat Airbus dimana pilot-pilotnya haruslah memahami secara utuh bagaimana cara kerja Airbus. “Kalau diberikan pilot seperti pesawat tempur, wah bisa kacau,” serunya.

Sehingga, pimpinan Muhammadiyah baik tingkat daerah, wilayah, maupun pusat haruslah pribadi yang arif dan bijaksana. Salah satu yang dicontohkan ialah dalam menghadapi Covid-19, Muhammadiyah berusaha sebaik mungkin melihat dari kacamata sains maupun agama.

Dadang juga mengupas moderasi dari sisi praktis. Sejak 1926, Muhammadiyah telah tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki andil besar dalam Kongres Pemuda I yang menghasilkan Sumpah Pemuda tahun 1928.

Saat ini, kehadiran Muhammadiyah pun terasa bahkan di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Sebutlah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Ambon, Flores, Kupang, dan sebagainya. Banyak universitas Muhammadiyah di wilayah tersebut menjadi tempat belajar bagi mahasiswa-mahasiswa nonmuslim, bahkan mereka menjadi mayoritas.

Sebenarnya terdapat banyak fakta tentang gerakan moderat Muhammadiyah. “Cuma itu jarang ngomong. Karena sedikit bicara, banyak bekerja,” ungkap Dadang.

Menyoal isu terakhir tentang Permendikbud No. 30 yang ditolak Muhammadiyah, ia mendorong majelis-majelis seperti Tarjih, Tabligh, dan lainnya untuk bersuara dan menunjukkan sikapnya. (*)

Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow