MediaMU.COM

MediaMU.COM

Portal Islam Dinamis Berkemajuan

Apr 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Haedar Nashir Apresiasi Usulan Hari Pers Muhammadiyah

YOGYA – Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. menyambut baik usulan Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah berkaitan dengan penetapan tanggal 13 Agustus sebagai Hari Pers Muhammadiyah serta usulan majalah Suara Muhammadiyah sebagai warisan benda dan tak benda.

Meskipun kedua usulan itu masih harus dibahas dalam Rapat Pleno PP Muhammadiyah, namun setidaknya Haedar sangat mengapresiasi usulan yang disampaikan oleh Dr. Muchlas, M.T selaku Ketua MPI PP Muhammadiyah. Hal itu akan menjadi momen penting dalam sejarah Muhammadiyah dalam gerakan pers dan literasi publik.

“Kehadiran Suara Muhammadiyah bukan hanya sebagai media untuk memberikan dan menyerap informasi. Tetapi juga menggerakkan literasi publik, utamanya membaca dan menulis,” tutur Haedar dalam Diskusi Hari Pers Muhammadiyah di Cafe SM Tower Yogyakarta, hari Rabu (7 Shafar 1445 H bertepatan 23 Agustus 2023).

Haedar juga memaparkan tradisi literasi di Indonesia tak bisa lepas dari adanya pesantren – pesantren. Hal itu berhasil membuat mayoritas muslim saat itu tidak lagi buta huruf, karena sudah bisa membaca huruf selain daerahnya.

Namun, tradisi literasi di pesantren masih terbatas pada bahasa Arab dan lokal. Sementara di sekolah-sekolah milik Hindia Belanda, masyarakat pribumi yang elit sudah mulai melek huruf latin dan bahasa asing.

Suara Muhammadiyah punya sejarah penting dalam membangun sejarah. Selain sebagai media publik yang bertugas memberikan informasi, Suara Muhammadiyah juga berperan penting memperkenalkan bahasa Indonesia tahun 1921, yang berarti tujuh (7) tahun sebelum Sumpah Pemuda.

Hal itu didukung oleh relasi kuat dengan Budi Utomo, yang ikut membantu menyebarkan Suara Muhammadiyah ke jaringan organisasinya. Antara Muhammadiyah dan Budi Utomo juga punya irisan dari tokoh-tokohnya.

Seperti dr. Soetomo yang membangun Rumah Sakit dan Klinik Muhammadiyah di Surabaya. Soetomo juga pernah menyampaikan pidato yang mengkritik Teori Darwin dengan Al Maun. Lalu Soeratin Sosrosoegondo, pendiri PSSI juga anggota Muhammadiyah, serta tokoh-tokoh nasional lainnya dari Muhammadiyah.

Maka, Haedar menilai sangat layak Suara Muhammadiyah diusulkan sebagai cagar budaya benda dan non benda. “MPI harus menyiapkan bahan kepada pemerintah. Karena Suara Muhammadiyah juga ikut memperkenalkan bahasa Indonesia sebelum Sumpah Pemuda,” ujar Haedar.

Kemudian, di era disrupsi yang banyak sekali muncul teknologi, terutama media sosial, baik Suara Muhammadiyah  maupun pers nasional harus beradaptasi dengan realitas baru. Artinya, media massa harus melakukan penyesuaian.

Di samping berbagi informasi yang objektif, mencerahkan,dan mencerdaskan, pers juga harus mengawal arah negara sebagai pilar demokrasi. Bahkan termasuk mengkritik kebijakan yang dirasa tidak sesuai dengan arah yang seharusnya.

“Bangsa dan negara kalau tidak dikawal kekuatan sosial, terutama pers, akan kehilangan keseimbangan, dan ini tidak bagus. Publikasi kritis yang argumentatif dan objektif harus tetap ada agar meluruskan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Haedar.

Media dan pers juga berperan penting dalam usaha membangun bangsa ke depan dengan literasi objektif di masyarakat. Salah satunya, mencerdaskan ekosistem media sosial agar tidak menjadi predator kebudayaan, yang merusak tatanan sistem masyarakat.

Oleh karena itu, harus ada gerakan mencerdaskan media sosial dan membuat kemasan baru berdialog berdiskusi di masyarakat, termasuk warga Muhammadiyah dan pimpinannya. Inilah fungsi media menghidupkan tradisi literasi.

Sebagai penutup, Haedar berpesan agar pergerakan media harus terus bergerak tak kenal lelah membangun tradisi literasi bangsa Indonesia. (*)

Wartawan: Dzikril Firmansyah

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here