Hamim Ilyas: Imbauan Shalat ‘Idhul Adha di Rumah Malah Disebut sebagai Tanda Akhir Zaman

Hamim Ilyas: Imbauan Shalat ‘Idhul Adha di Rumah Malah Disebut sebagai Tanda Akhir Zaman

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Di media sosial atau masyarakat umum keberagamaan dalam Islam kebanyakan hanya ditekankan pada ritual. Sehingga, jika ritual tidak seperti biasanya maka sudah seperti kiamat.

Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag., pada pengajian umum PP Muhammadiyah melalui daring, Jum’at (9/7).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ia mencontohkan, fenomena masyarakat saat ini ketika membaca informasi berupa imbauan untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha di rumah. Terhadap imbauan itu masyarakat justru menyebut sebagai tanda-tanda akhir zaman.

“Shalat ‘Idul Adha dan Qurban harus dimaknai bukan hanya pada dimensi ritual atau peribadatan, tetapi lebih komprehensif dan utuh melalui dimensi-dimensi lain. Agar memahami lebih utuh kita bisa menentukan keberagamaan Islam,” katanya.

Hamim menjelaskan, setidaknya ada 4 dimensi untuk memaknai shalat ‘Idul Adha dan Qurban.

1. Dimensi Ritual/Upacara Peribadatan

Shalat ‘Idul Adha hukumnya sunnah muakadah. Hal ini ditegaskan dalam Edaran PP Muhammadiyah. Sunnah muakadah merupakan sunnah yang sering dijalankan Nabi Muhammad SAW. Sifatnya ibadah mahdlah-badaniyyah dimana tata cara ditentukan syari’ah, dan dilaksanakan sendiri oleh mukallaf, tidak dapat diganti dengan ibadah lain, tidak dapat diwakilkan. Bentuknya adalah shalat dan khutbah. Tata caranya kafiyyah tetap, tidak berubah.

Waktu shalat ‘Idul Adha adalah 10 Dzulhijjah setelah ketinggian matahari kurang lebih sepenggalah (lewat setengah jam setelah terbit) atau sama dengan waktu shalat Dhuha. Khutbah tidak harus yang populer, boleh hanya membaca ayat Al Qur’an.

Hukum Qurban sunnah muakadah sifatnya ibadah mahdah maliyah (kafiyah ditetapkan syari’ah) dapat dilaksanakan sendiri oleh mukallaf dan dalam keadaan tertentu dapat dialihkan menjadi sedekah yang juga merupakan sunnah muakadah, dapat diwakilkan. Tata cara kafiyyar dengan ihsan yakni memberikan kebaikan dalam penyembelihan hewan dan pembagian kepada mustahik sesuai prioritas.

Waktu pelaksanaan pada yaumunnahr dan ayyamultasyriq. Waktu pembagian untuk kemaslahatan ketahanan pangan dapat dilaksanakan sepanjang tahun, misalnya dengan pengalengan seperti rendangmu, bahkan bisa sampai ‘Idul Adha.

2.  Dimensi Filosofis

Hakikat shalat ‘Idul Adha dan Qurban adalah ketundukan kepada Allah, untuk membebaskan manusia dari khusrin, hayah khabitsah yang merupakan lawan dari hayyah thoyyibah. Hakikat Qurban adalah makna Islam sebagai al urwatulwutsqo, pedoman penghayatan dan pengamalan agama Islam.

3.  Dimensi Spiritual (Kerohanian)

Spiritualitas shalat ‘Idul Adha adalah mengingat Allah (Q.S. Thaha: 14) dan Qurban juga mengingat Allah sebagaimana dalam surat Al Hajj ayat 34.

4. Dimensi Moral

Shalat ’Idul Adha sebagai shalat adalah dalam rangka mencegah perbuatan keji dan munkar innashalata tanha ‘anil fahsya-i  walmunkar, sedangkan Qurban dimensi moralnya adalah takwa.

Dimensi sosial dari shalat adalah menebarkan perdamaian, kesejahteraan, dan kebaikan, sedangkan Qurban mewujudkan kesejahteraan sosial.

Di akhir sesi, Hamim menyampaikan makna shalat ‘Idul Adha dan Qurban. Yaitu, shalat ‘Idul Adha dan Qurban memiliki fungsi pendidikan untuk membentuk pribadi al mukhbitin, yaitu militan-militan muslim. Karakter al muhbitin di antaranya militan spiritual yaitu hati bergetar ketika mendengar Allah disebut, pribadi tangguh, mampu menaklukkan tantangan dan menjalani ujian/kesulitan, serta militan sosial yang merupakan penyebar perdamaian, kesejahteraan dan kebaikan, produktif dan filantropi yaitu berbagi untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. (*)


Wartawan: Mayda Dwi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow