MediaMU.COM

MediaMU.COM

Portal Islam Dinamis Berkemajuan

Apr 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Inilah Penjelasan Agung Danarto tentang Hadits Dhaif yang Beredar di Masa Pandemi Sekarang

YOGYAKARTA — Dr. H. Agung Danarto, M.Ag. (Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah) mengingatkan jama’ah Muhammadiyah untuk hati-hati atas beredarnya hadits-hadits dhaif (lemah) pada masa pandemi Covid-19 ini. Penegasan itu disampaikan dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara virtual, Jum’at (9/7) malam.

Misalnya, ada golongan yang meminta kepada umat Islam tetap datang ke masjid dalam keadaan pandemi Covid-19. Mereka beranggapan bahwa orang yang memakmurkan masjid akan imun terhadap bebagai macam penyakit.

“Hal ini bersumber dari beberapa hadits yang ternyata kualitasnya dipertanyakan atau dhaif,” kata Agung Danarto yang juga dosen Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tiga hadits yang dipakai rujukan kelompok tadi adalah:

Pertama, dari Anas bin Malik r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَنْزَلَ عَاهَةً مِنَ السَّمَاءِ عَلَى أَهْلِ الأرْضِ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ

“Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada penduduk bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang meramaikan masjid.” (HaditsRiwayat Ibnu Asakir dan Ibnu Adi)

Kedua, dari Anas bin Malik r.a. bahwa Nabi SAW bersabda:

إِذا أرَادَ الله بِقَوْمٍ عاهةً نَظَرَ إِلَى أهْلِ المَساجِدِ فَصَرَفَ عَنْهُمْ

“Apabila Allah menghendaki penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.”

Hadits ketiga:

إِذَا عَاهَةٌ مِنَ السَّمَاءِ أُنْزِلَتْ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ

“Apabila penyakit diturunkan dari langit, maka dijauhkan dari orang-orang yang meramaikan masjid.”

Maksud dari tiga hadits itu, lanjut Agung, orang yang meramaikan masjid, orang yang datang ke masjid, orang yang tetap berjamaah di masjid itu imun dan tidak akan terkena penyakit.

Agung kemudian membahas kualitas sanad hadits. Ia menjelaskan, “Hadits ini semua riwayatnya dari Anas bin Malik r.a., kemudian diriwayatkan oleh Abdullah bin Abi Shalih dan dari Zafir bin Sulaiman. Yang bermasalah adalah Zafir bin Sulaiman ini, yang kalau kita lihat dalam kitab Tahdzibul Kamal maka banyak ulama yang mendhaifkan, di antaranya Imam Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani, Abu Zur’ah ar-Razi, dan lain sebagainya.”

Ada tiga ulama yang menganggap kualitas hadits ini dhaif, yaitu Nashiruddin al-Albani, Jalaluddin as-Suyuthi, dan al-Manawi. “Oleh karenanya, hadits ini tidak dapat dipakai sebagai dasar beragama,” tegasnya.

Hadis dhaif (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan untuk disebut shahih atau hasan karena kurangnya satu atau lebih persyaratan. Para ulama terbagi menjadi dua untuk kehujjahan (pedoman masalah keagamaan) hadits dhaif. Di antara ulama yang berpendapat bahwa hadis dhaif tidak bisa dipakai untuk hujjah yaitu Imam Bukhari, Muslim, Yahya bin Ma’in, Ibnu Hazm, dan Abu bakar bin Arabi. Adapun yang berpendapat bahwa hadis dhaif bisa dipakai tetapi untuk fadhilah amal (keutamaan amal) dan itupun dengan syarat tertentu yaitu Ahmad bin Hambal, Abdurrahman al-Mahdi, dan an-Nawawi.

“Persyaratannya yaitu kedhaifannya tidak terlalu berat, tidak dipakai untuk masalah keyakinan, dan tidak diapakai untuk menetapkan hukum tertentu,” jelas Agung.

Bahkan untuk masalah keyakinan, Muhammadiyah membutuhkan hadits yang lebih kuat lagi. Sebagian ulama di Majelis Tarjih dan Tajdid mensyaratkan harus hadits mutawatir untuk menetapkan masalah keyakinan.

“Hadits-hadits tadi ada kaitannya dengan keyakinan yaitu orang yang datang ke masjid itu akan imun tidak bisa terkena penyakit yang sama dengan penyakit yang menimpa orang di luar masjid,” urai Agung.

Ia menambahkan, dalam realitasnya saat ini klaster masjid itu sudah mulai ada di beberapa tempat, seperti imam masjid meninggal karena Covid-19, takmir, dan ulama. Sehingga, jika hadits itu dipakai sebagai dasar keyakinan dan dikonfrontir dengan keadaan saat ini maka isi kandungan haditsnya tidak valid apalagi jika dilihat dari segi sanad yang lemah.

Hadits dhaif yang lain adalah:

Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ” إِنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي والْمُتَحَابِّينَ فِيَّ والْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ صَرَفْتُ عَنْهُمْ “

“Allah عز وجل berfirman: Sesungguhnya Aku bermaksud menurunkan azab kepada penduduk bumi, maka apabila Aku melihat orang-orang yang meramaikan rumah-rumah-Ku, yang saling mencintai karena Aku, dan orang-orang yang memohon ampunan pada waktu sahur, maka Aku jauhkan azab itu dari mereka.”

Hadits ini hampir mirip kandungannya dengan hadits-hadits tadi. Hadits ini juga memiliki empat jalur sanad. Semuanya lewat Anas bin Malik, kemudian diriwayatkan oleh Ja’far bin Zaid, dan dari Shalih al Murri. Adapun yang bermasalah adalah Shalih al Murri, yang dalam kitab Tahdzibul Kamal dia didhaifkan oleh 21 ulama kritikus hadits. Oleh karenanya, hadits ini berkualitas dhaif.

“Saya kira dua hadits tersebut yang banyak berkembang di masyarakat ketika masa pandemi dan dipakai untuk imbauan kepada umat Islam agar tetap datang ke masjid. Ini akan membahayakan umat Islam karena mereka akan berinteraksi semakin intens dengan orang lain yang menyebabkan peluang tertular virus corona menjadi tinggi sekali,” tegas Agung. (*)


Wartawan: Nizam Zulfa
Editor: Robby H. Abror

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here