MediaMU.COM

MediaMU.COM

Portal Islam Dinamis Berkemajuan

May 22, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking

Ketika Mbah Rono Bicara tentang Erupsi Gunung Semeru: Jangan Cari Kambing Hitam

Surono alias Mbah Rono. Foto: Ahimsa/mediamu.com

LUMAJANG – Nama Surono atau Mbah Rono sangat lekat dengan kegunungapian di Indonesia. Tinjauan dan analisisnya tentang gunung api memberikan pencerahan kepada masyarakat umum.

Laki-laki yang pernah menjadi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), ini menjadi salah satu narasumber webinar tentang erupsi Gunung Semeru yang diadakan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah, Kamis (9/12).

Dalam acara melalui link zoom dan disiarkan di kanal YouTube itu, Mbah Rono menjadi narasumber bersama Ma’rufin, S.T. dan Dr. Ir. Amien Widodo. Kegiatan dimulai dengan sambutan Budi Setiawan, S.T., Ketua MDMC PP Muhammadiyah.

Mbah Rono mengatakan, sebenarnya aktivitas Gunung Semeru tidak menunjukkan hal-hal ganjil. Gunung ini memang selalu aktif mengeluarkan material-materialnya. Berdasarkan aktivitas itulah, status waspada diberikan padanya.

Bukan rahasia lagi, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, termasuk daerah rawan bencana. “Yang berbahaya sebenarnya adalah lidah lava yang kini luasnya 2,4 km persegi,” terangnya. Guguran lava tersebut yang kemudian menghasilkan bencana awan panas.

Sejatinya, sejak lama informasi tentang daerah rawan bencana ini dikuak. Bahkan, tahun 1995 telah ada peta yang menjelaskan detil terkait daerah tersebut. “Peta rawan bencana itu adalah warning paling dini,” jelas Mbah Rono. Sayangnya, kesadaran akan pentingnya memahami kondisi alam belum benar-benar muncul.

Ia menyayangkan keributan sering muncul usai terjadinya bencana dan hanya untuk mencari kambing hitam. Padahal bila ditilik kembali, semua itu dapat dicegah dengan berbagai upaya. “Kita harusnya ribut sebelum terjadi bencana, percuma kalau habis bencana,” tegasnya.

Para ahli memang mustahil mengetahui kapan sebuah bencana terjadi dan sebesar apa bencana tersebut. Namun mereka mencoba mengungkapkan tanda-tanda yang bisa menjadi petunjuk untuk mencegah hal-hal buruk terjadi.

Sebagaimana ahli cuaca melihat mendung sebagai tanda-tanda akan hujan, namun tidak dapat menentukan kira-kira tepat pukul berapa hujan akan turun dan seberapa besar intensitasnya. “Peta rawan bencana itu adalah kodrat alam yang coba diungkapkan para ahli dan itu tidak bisa ditawar lagi,” jelas Mbah Rono.

Benar bahwa kondisi alam Kecamatan Pronojiwo begitu menjanjikan dengan tanah subur, air melimpah, dan potensi pertambangan meruah. Namun, masyarakat tidak boleh tutup mata akan adanya ancaman bencana di daerah tersebut. Mbah Rono mengajak untuk berefleksi tentang pentingnya memahami alam sebelum saling menyalahkan.

Ia juga mengaku sering menyampaikan pada para relawan, “Sampeyan memilih untuk bisa terlihat di TV membawa kantong mayat atau memilih mengedukasi masyarakat supaya tidak jadi mayat? Kalo di TV mungkin sampeyan bisa terkenal, kalau memberi edukasi nggak bakal ada yang kenal.”

Pertanyaan itu tidak hanya menjadi cubitan bagi relawan untuk menjaga ketulusan semangat kerelawanannya, juga mengingatkan kita semua akan betapa pentingnya tindakan pencegahan. Penyesalan apalagi sikap saling menyalahkan bukanlah solusi atas masalah bencana alam. (*)

Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here