Ketua PP ‘Aisyiyah Dr. Siti ‘Aisyah, Muballighah yang Membumi
YOGYA – Usia 69 tahun, atau sebentar lagi masuk kepala 7. Tapi bagi Bunda ‘Aisy usia tak menghalangi mengejar asa. Akhirnya, langkah kaki tak terbendung. Kamis 29 Juli 2021 membuktikan bahwa niat dan semangat mampu mengalahkan segalanya. Bunda ‘Aisy atau bernama lengkap Siti ‘Aisyah pun resmi bergelar Doktor setelah menyelesaikan sidang promosi doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
“Ini jadi teladan untuk anak-anak dan cucu-cucunya supaya tergerak meraih cita-cita setinggi-tingginya,” komentar Hajar Nur Setyowati, salah satu puteri Bunda, kepada mediamu.com, akhir Juli lalu.
Judul disertasi Bunda ‘Aisy yang juga salah satu Ketua PP ‘Aisyiyah ini adalah “Pendidikan Nonformal Berbasis Majelis Taklim Perempuan di Kota Yogyakarta”. Setelah melalui berbagai pertimbangan, judul diubah menjadi “Pendidikan Nonformal Majelis Taklim Perempuan di Kota Yogyakarta Berbasis Pendidikan Islam Integratif dan Profetik”. Ia sependapat dengan usulan salah seorang penguji, karena kata “berbasis” semestinya merujuk hal bersifat nilai, bukan kepada lembaga seperti kata “majelis taklim” sebagaimana di judul semula.
Menurut Bunda Shoimah Kastolani yang juga Ketua PP ‘Aisyiyah, saat ini PPA sedang panen gelar doktor, termasuk Siti Noordjannah (Ketua Umum PPA), Sri Roviana (Anggota MKS PPA), Salmah Orbayinah (Ketua MPK PP Aisyiyah), serta Islamiyatur (Anggota LPPA). Bunda ‘Aisy adalah Ketua PPA yang membidangi Majelis Tabligh dan Kader.
“Beliau merupakan pribadi yang tekun,” tutur Ibu Shoimah.
Meski baru bertemu ketika berada di PPA, ia dapat menilai bahwa sebagai seorang mubalighah, Bunda ‘Aisy termasuk pribadi dengan pendalaman agama yang kuat. “Dalam pengamalan perintah agama kuat, ibadah sunnah dijalankan dengan baik,” terangnya.
Meskipun begitu, keteguhan spiritualitas Ibu ‘Aisyah juga diimbangi dengan pemikirannya yang moderat. Pengakuan ini disampaikan Hajar Nur Setyowati. Selain sering memotivasi anak-anaknya untuk giat beribadah, Sang Ibunda juga dikenal cerdas mengupas isu-isu aktual tentang perempuan seperti relasi suami-istri atau perkawinan anak, menggunakan perspektif Islam yang berkemajuan. “Makanya kalau ada apa-apa sering juga konsultasi ke Ibu,” tuturnya.
Hajar mengungkapkan kekagumannya pada semangat Ibunda untuk menuntut ilmu yang tidak lekang dimakan usia. Hal ini jadi teladan untuk anak-anak dan cucu-cucu supaya tergerak meraih cita-cita setinggi mungkin. Perempuan yang nyaris berusia 69 tahun ini memang sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Ia dan suaminya selalu memotivasi Hajar dan saudara-saudaranya untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Beberapa saat sebelum Bunda ‘Aisy menyelesaikan studi doktoral, rupanya Sang Suami baru saja meraih gelar yang sama.
Meskipun begitu, Siti ‘Aisyah tidak lantas menghambat aktivitas anak-anaknya di luar kegiatan sekolah. Berdasarkan pengalaman Hajar yang sempat mengalami kendala dalam perjalanan akademiknya, Sang Ibu tetap mempersilakan dan bahkan mendukung anaknya berkegiatan di luar sekolah dan membangun jaringan seluas-luasnya. Menurut Hajar, hal ini mungkin karena kedua orangtuanya juga terlibat aktif di masyarakat sehingga dapat mengerti.
Berdasarkan penuturan puterinya yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Suara ‘Aisyiyah ini, walaupun sudah di PP Aisyiyah, Ibu ‘Aisyah tetap bisa meluangkan waktu untuk kegiatan kampung dan menghadiri acara-acara ranting maupun cabang. Ini yang juga diakui Saffana Intani, Sekretaris Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (PRA) Kadipaten Wetan dan Ngasem saat pertama-tama ingin mengundang pembicara dari PPA ke kegiatan rantingnya.
“Awalnya gambling gitu ya, apa ya bisa ibu-ibu PPA diundang di acara ranting, ternyata alhamdulillah Bu ‘Aisy bisa dan memberi kesan sangat positif,” ungkapnya mengingat awal-awal perjumpaan dengan sang mubalighah. Perempuan yang akrab disapa Intan ini menceritakan bagaimana Ibu ‘Aisyah dapat memahami situasi di akar rumput. Kelembutan tuturannya dan kelancaran Bahasa Jawanya menjadi faktor mengapa Bunda ‘Aisy mudah membumi dan menarik perhatian ibu-ibu jamaah.
Kebetulan pengajian di Ranting Kadipaten Wetan dan Ngasem adalah salah satu subjek penelitian dalam disertasi Ketua PP ‘Aisyiyah ini, sehingga keduanya sering beberapa kali bersinggungan. Ketika menyimak kegiatan pengajian yang tidak hanya berfokus pada pengajian, tapi juga pemberdayaan sosial dan ekonomi, Bunda ‘Aisy sangat antusias dan mendukung.
Selain itu, menurut Intan, pengajian yang diisi Ibu ‘Aisyah selalu berkesan karena materinya detail dan terdapat rujukan ayat serta hadits yang valid. “Mungkin ini didukung latar belakang pendidikannya Bu ‘Aisy,” cetusnya. Perempuan yang kini bergelar doktor ini begitu fasih membaca Al Qur’an dan selalu menekankan pentingnya mengemukakan sumber ayat kepada jamaah, sebagaimana dituntunkan Muhammadiyah.
Intan melihat ini sebagai salah satu contoh yang baik untuk menepis anggapan masyarakat yang acap kali mengatakan bahwa banyak kader Muhammadiyah atau ‘Aisyiyah yang kemampuan membaca Al Qur’an masih kurang. “Dengan bacaan yang bagus, para jamaah juga diyakinkan untuk terus giat mengikuti pengajian.”
Apa komentar Bunda ‘Aisy tentang gelar doktornya dan lain-lain itu? Kepada mediamu.com ia berkomentar pendek, “Itu biasa saja sebenarnya.” (*)
Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow