Kiai Dahlan Ingin Meningkatkan Wawasan Keagamaan di Indonesia

Kiai Dahlan Ingin Meningkatkan Wawasan Keagamaan di Indonesia

Smallest Font
Largest Font

BANDUNG – Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Barat menyelenggarakan Gerakan Subuh mengaji dengan tema “PHIWM dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”. Acara dimulai pada pukul 05.15 WIB, Selasa (3/8). PHIWM adalah Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.

Diawali pembacaan ayat suci Al Qur’an oleh Dikdik Mauludin dan dibuka moderator, Dian Ciptadi (Pengurus PWPM Jawa Barat). Imam Addaruquthni (Sekjen Dewan Masjid Indonesia/DMI) sebagai narasumber menyampaikan pengantar. Menurutnya, warga Muhammadiyah seolah-olah mempunyai banyak kitab, seperti Al Qur’an, Hadits, dan buku bacaan lainnya, juga memiliki PHIWM.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“Khusus mengenai keagamaan, KH. Ahmad Dahlan ingin meningkatkan wawasan keagamaan di Indonesia untuk mengubah masyarakat. Keadaan Indonesia waktu itu dipenuhi penyucian terhadap makam-makam, lalu beliau pergi ke Makkah. Di sana tidak hanya membaca dan menghafal Al Qur’an, juga koran sehingga pemikirannya berkemajuan,” katanya.

Ia menjelaskan tentang jejak pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam konteks pembaruan Islam di Indonesia yang tertulis dalam disertasi Usman Amin berjudulرائد الفكر المصري محمد عبده  (Muhammad Abduh Sebagai Sosok Pembaharu Pemikir Mesir).  Di dalam salah satu kutipannya terdapat pernyataan Muhammad Abduh dari Rasyid Ridha, yaitu pemikiran pembaruan telah berkembang di Malayu (baca: Indonesia) karena di Indonesia terdapat sekolah-sekolah untuk mengkaji ilmu-ilmu Bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman selain ilmu-ilmu lain yang modern.

Pada masa tersebut sekolah-sekolah Indonesia pada umumnya masih “mengharamkan” ilmu-ilmu modern, seperti Bahasa Inggris yang dianggap bahasa kafir. Kemudian KH. Ahmad Dahlan mendirikan Gerakan Islam Modern, yaitu Muhammadiyah.

Tidak sedikit masyarakat yang menganggap sekolah Muhammadiyah sesat dikarenakan mempelajari ilmu baru, seperti aljabar, matematika, belajar dengan bangku, berdasi, dan lain sebagainya. Inilah yang dimaksud Rasyid Ridha atas stamenennya tadi. Dari jejak sejarah yang disampaikan Imam terdapat pandangan dua manhaj, yaitu Manhaj Makkiy (Makkah) dan Manhaj Misriy (Mesir).

Pertama, manhaj Makkiy (Makkah). Pada akhir abad ke 18, tepatnya ketika masih di Makkah, KH. Ahmad Dahlan kerap mendapatkan risalah (teks-teks pendek yang ditulis Syaikh Muhammad Abdul Wahab). Risalah tersebut berisi tentang tauhid, ibadah, dan wawasan lain yang mempengaruhi pemikiran revolusioner KH. Ahmad Dahlan.

Dijelaskan juga pola manhaj Makkiy, yaitu komunikasi di negara perlu terus dibina. Jika ada komunikasi maka partai tidak lagi diperlukan, karena instrumen kekuasan negara telah sampai kepada masyarakat. Nilai inilah yang dibawa KH. Ahmad Dahlan dan ditanamkan padagerakan Islam modern di Indonesia.

Kedua, manhaj Misriy (Mesir). Pada akhir abad ke 19 mulai dibentuk gerakan pembaharu Islam di Mesir oleh Jamaluddin Al-Afghani. Beliau pernah menguasai politik dan menjadi menteri Inggris. Di Mesir, Jamaluddin memberikan wawasan nasionalisme kepada para muridnya, di antaranya adalah Muhammad Abduh dan Taufik.

Gerakan yang dibentuk Jamaluddin Al-Afghani tidak sekadar menanamkan nilai keagamaan, juga cinta terhadap negara. Oleh karenanya, Jamuluddin mendirikan partai Hizbul Wathan (HW) dengan semboyan nasionalisme “Al-Misrlil Mishriyyin (Mesir untuk Orang Mesir)”.

“Dakwah itu pola yang penting bagi warga Muhammadiyah. Maka komunikasi Muhammadiyah dengan negara itu intens dan produktif, karena negara yang memiliki otoritas,” katanya. (*)

Wartawan: AfifaturRasyidah I.N.A.
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Paling Banyak Dilihat