KKN-Mu untuk Negeri #1 Kupas Monolog sebagai Bagian Dakwah Kultural
YOGYA – Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LSBO PP Muhammadiyah) menggelar acara Kampoeng Kreativitas Nasional Muhammadiyah (KKN-Mu) untuk Negeri #1. Kegiatan yang berlangsung Jumat-Ahad (20-22/8) melalui teleconference ini tidak hanya dibuka untuk internal Muhammadiyah, juga pegiat budaya dan masyarakat umum.
Kegiatan tersebut berupa silaturahmi budayawan dan materi-materi kelas. Pada hari pertama, di antara tokoh yang dihadirkan adalah dua sesepuh Muhammadiyah yakni Prof. Dr. Abdul Hadi HW dan Dr. (HC) drh. Taufiq Ismail. Juga terdapat materi mengenai kesenian lukisan yang disampaikan Syaiful Adnan dan Dr. Andi Baetal Muqaddas.
Sabtu (21/8), forum apresiasi sastra dilanjutkan materi mengenai karya puisi, monolog, serta lagu. Materi puisi dibawakan Isbedy Stiawan ZS. Pada materi “Proses Kreatif Penciptaan dan Pergelaran Monolog”, narasumber yang hadir ialah Dr. Away Enawar dan E. Sumadiningrat dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT). Monolog, berdasarkan KBBI, ialah adegan sandiwara yang dibawakan pelaku tunggal.
Away Enawar addalah Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMT. Ia memaparkan bahwa naskah-naskah monolog dapat dilahirkan melalui cerita yang berasal dari drama kolosal, cerita pendek, maupun lagu selama para pengarang dapat meramu kata-kata yang digunakan sehingga memiliki daya kekuatan.
Ia juga memberikan penjelasan tentang perbedaan karya monolog, sebagaimana karya drama, novel, dan semacamnya, dengan karya lukisan. “Dalam monolog, kita punya peluang untuk membuat klimaks,” katanya. Pengarang dapat memainkan alur cerita untuk mencipta kesan dramatik pada penonton. Kelebihannya juga dapat dilihat dari keberadaan aktor yang secara langsung membawakan isi pesan.
Setelahnya, E. Sumandiningrat yang akrab disapa Madin menceritakan bagaimana pengalamannya mengampu mata kuliah teater di UMT. “Saat teater harus bermigrasi di ruang digital, monolog menjadi pilihan yang seksi,” tuturnya.
Madin menyadari, pandemi menjadi tantangan bagi proses mengajar, sehingga monolog digunakan sebagai alternatif karena proses pengerjaannya meminimalisasi kerumunan yang selaras dengan anjuran physical distancing.
Para mahasiswa diarahkannya untuk menyusun naskah sendiri berdasarkan data yang mereka kumpulkan. Salah satunya menangkap pengalaman seorang anak yang harus menjadi sebatang kara karena orangtuanya meninggal dunia akibat Covid-19. Melalui naskah monolog, ia menggambarkan kondisi batin anak tersebut. Karya-karya yang diciptakan mahasiswanya di tengah situasi pandemi oleh Madin sangat diapresiasi.
Ketika dimintai tanggapan pada sesi diskusi mengenai monolog sebagai media dakwah, Away memanggil ingatan tentang kisah-kisah Walisanga yang menggunakan media kesenian untuk menyampaikan dakwah. Monolog maupun drama secara umum bisa digunakan untuk menceritakan kisah nabi, kisah sahabat, bahkan menyampaikan kritik dengan basis ayat-ayat Al Qur’an.
“Monolog ini menantang, memicu kreativitas tinggi di atas kemandirian,” tandas Madin.
Sedangkan Away menyebut bahwa Muhammadiyah perlu mulai memperhatikan dakwah kultural melalui bidang-bidang kesenian dan kebudayaan. Program-program LSBO dapat disinkronisasi dengan mata kuliah di perguruan tinggi Muhammadiyah. (*)
Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow