Konvergensi Jaringan pada Industri Budaya Digital di China

Konvergensi Jaringan pada Industri Budaya Digital di China

Smallest Font
Largest Font
Table of Contents

Oleh: Wajiran, Ph.D.

 Budaya digital merupakan hasil dari pola pikir, kreasi dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet yang ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan berkembangnya teknologi, budaya digital pun makin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 204 juta;172 juta dipastikan aktif di media sosial (We Are Social, 2022). 

Budaya digital lahir dari evolusi digitalisasi, dimana pola kehidupan manusia sehari-hari sudah hampir seluruhnya bergantung pada teknologi. Sebagai contoh, aktivitas belanja yang pada masa pandemi tidak perlu lagi datang langsung ke toko maupun pasar. Schlechtendahl dan kawan-kawan (2015) menekankan bahwa Revolusi Industri digital lebih mengutamakan unsur kecepatan atas tersedianya informasi, dimana seluruh entitas suatu lingkungan industri senantiasa terhubung dan bisa berbagi informasi satu sama lain. Kagermann dan kawan-kawan (2013) mengatakan bahwa Revolusi Industri sekarang ini merupakan integrasi dari Cyber Physical System (CPS) & Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri yang mencakup proses manufaktur, logistik, dan proses-proses lainnya.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Artikel dengan judul “The Effect of Network Convergence on Digital culture industry: Model Construction of Network Industrial Economics and Empirical Study on China” menarik untuk dijadikan refleksi bagi masyarakat Indonesia. Artikel publikasi tersebut dimaksudkan untuk membangun model ekonomi jaringan guna mempelajari pengaruh berbagai tingkat konvergensi jaringan pada industri budaya digital. Perkembangan teknologi digital di China memang sangat luar biasa pesat. Ditambah lagi dengan adanya dukungan pendanaan pemerintah yang masuk skema Digital Belt Road Initiative (Masduki, 2021).

Panqiang Niu dkk. menggunakan model regresi dan model efek mediasi untuk menguji mekanisme efek konvergensi jaringan pada industri budaya digital China. Makalah ini menggunakan data panel untuk melakukan studi empiris. Rentang waktu pengambilan data dalam makalah ini adalah triwulanan; triwulan I tahun 2009 sampai dengan triwulan III tahun 2013 sebanyak 19 triwulan.

Artikel tersebut mengupas tiga tipe data dalam ekonometrika, yaitu data time series, data cross-sectional, dan data panel. Kesimpulan dalam penelitianya adalah konvergensi jaringan membawa efek kebijakan positif dan efek modal yang merugikan. Dampak konvergensi jaringan pada kinerja perusahaan industri budaya digital tidak signifikan secara statistik, dan ini juga tidak memiliki efek tidak langsung pada uji efek mediasi. Namun, konvergensi jaringan secara tidak langsung mengarah pada pengurangan biaya operasi industri budaya digital. Efek tidak langsung disebabkan oleh efek mediasi rantai, efek kebijakan, dan efek modal. Studi ini dapat memberikan referensi untuk negara dan wilayah lain. Selain itu, dapat digunakan untuk menganalisis dampak konvergensi media yang berbeda pada industri digital.

 

Hal yang sama terjadi di Indonesia, namun perkembangan teknologi di Indonesia terlihat lebih lambat. Dulu, Indonesia termasuk negara yang paling cepat dalam perkembangan budaya industri digital. Namun, sekarang kalah dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura. Walau begitu, kemajuan juga bisa dinikmati. Saat ini berbagai macam kebutuhan manusia telah banyak menerapkan dukungan internet dan dunia digital sebagai wahana interaksi dan transaksi. Misalnya pada bidang sharing economi terdapat Airbnb, Swap.com, Zopa, Bcycle, BookMooch, Zilok.com, Zipcar, atau yang sedang banyak digandrungi remaja adalah Netflix. Contoh di bidang edukasi ada Coursera, Audacity, Canvas Network, Edx, NovoED, Iversity, Open2Study dan Future Learn. Di bidang e-goverment ada e-Governance, KlikDokter.com dan HealthTap. Di bidang Cloud Collaboration juga terdapat Google Drive, Dropbox, dan Microsoft Office. Dan yang sedang tren saat ini tentu saja e-commerce, seperti Bukalapak, Shopee, Tokopedia, dan lain-lain. Di bidang Smart Manufacturing terdapat Sculpteo dan 3D painting.

Disisi lain, ada tiga aspek penting untuk membangun budaya digital yang terus dikembangkan di Indonesia. Yaitu partisipasi bagaimana masyarakat memberikan kontribusi untuk tujuan bersama. Kemudian, bagaimana masyarakat memperbaiki budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat, dan memanfaatkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya untuk membentuk hal baru.  Di Indonesia, budaya digital juga digalakkan dengan 4 pilar utama, diantaranya: Budaya Bermedia Digital, Aman Bermedia, Etis Bermedia Digital, dan Cakap Bermedia Digital. Empat pilar tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di masing-masing negara juga mengambil peran. Kita tahu ekonomi China tumbuh dengan cepat sedangkan Indonesia masih lambat. Pertumbuhan Ekonomi kelembagaan menekankan ketidaklengkapan peran pasar dan menyoroti peran intervensi pemerintah dalam ekonomi dan kebijakan praktis. Oleh karena itu, untuk beradaptasi dengan perkembangan konvergensi jaringan, industri budaya digital memerlukan intervensi kebijakan pemerintah. Hal itu bias menjadi landasan teoritis bagi pemerintah untuk membuat serangkaian kebijakan industri untuk mengembangkan industri budaya digital. Kajian ekonomi institusional baru relatif lebih mendalam dan spesifik. Menurut teori batas-batas perusahaan dalam ekonomi kelembagaan baru, pengaruh konvergensi jaringan pada industri budaya digital dapat dilihat sebagai perluasan batas-batas alokasi sumber daya perusahaan dan mengurangi biaya transaksi industri budaya digital. Menurut teori hak milik dari ekonomi institusional baru, konvergensi jaringan dalam industri budaya digital dapat dilihat sebagai perubahan struktur hak milik. Rancangan hak milik yang efektif akan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya dan inovasi industri.

Perkembangan konvergensi jaringan dapat menyebabkan lebih banyak modal mengalir ke industri budaya digital. Namun, statistik menunjukkan bahwa investasi dalam industri budaya digital menurun dalam konvergensi jaringan China. Hasil empiris juga menunjukkan bahwa konvergensi jaringan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap capital effect. Alasannya mungkin terkait dengan situasi ekonomi saat itu. Di tengah berlanjutnya dampak krisis keuangan 2008, pihak permodalan lebih berhati-hati dalam berinvestasi di industri budaya digital. Hasil empiris juga menunjukkan bahwa capital effect berpengaruh positif signifikan terhadap biaya operasional industri budaya digital. Artinya, efek modal meningkatkan biaya operasi industri budaya digital. Alasan yang mungkin adalah bahwa sebagian besar modal investasi jangka pendek, yang menyebabkan kenaikan biaya transaksi.

Di sisi lain, efek kebijakan tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap efek modal, menunjukkan bahwa pasar tidak terlalu optimis tentang dampak konvergensi jaringan pada industri budaya digital. Artinya, pengembalian investasi tidak tinggi. Penelitian empiris juga menyimpulkan bahwa pengaruh modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Akhirnya, artikel milik dosen Universitas Shanaghai yang terbit di jurnal Informasi layak untuk dijadikan pijakan dalam pengambilan kebijakan di dunia industri budaya media. (*)

 *) Penulis adalah Wakil Dekan Fakultas Sastra, Budaya dan Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, dan Alumni University of Tasmania, Australia.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow