LEMBAGA KEBUDAYAAN AISYIYAH: Literasi Budaya Mencerdaskan Bangsa
YOGYAKARTA — Lembaga Kebudayaan (LK) menjadi salah satu Badan Pembantu Pimpinan (BPP) di Pimpinan Pusat Aisyiyah (PPA), yang bertugas mengembangkan kebudayaan di Aisyiyah.
Sejak berdirinya, Lembaga Kebudayaan PP Aisyiyah telah mengalami perkembangan pemikiran dengan mencoba untuk menyampaikan bahwa kebudayaan tidak sekadar kesenian atau yang sifatnya tangible. Namun juga menyentuh hal-hal yang tak kasat atau intangible seperti nilai-nilai. Bahkan, kini sudah masuk dalam hal yang sifatnya pembudayaan yang berbasis pada local genuine dan local wisdom.
Pasca Tanwir Aisyiyah di Surabaya pada tanggal 19-21 Januari 2018, ada beberapa keputusan yang dirasa strategis dilakukan oleh Aisyiyah, khususnya Lembaga Kebudayaan di semua tingkatan. Sehingga Lembaga Kebudayaan PPA menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Kebudayaan untuk melakukan konsolidasi dan sosialisasi program unggulan pasca tanwir.
Mengangkat tema “Literasi Budaya Mencerdaskan Bangsa” kegiatan Rakornas LK PPA 2019 ini digelar pada 26-28 April 2019 di Kantor PP Aisyiyah Jalan KH Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Dijelaskan Hj. Widiyastuti, SS, M.Hum, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan PP Aisyiyah, literasi adalah kemampuan untuk memahami. “Dan literasi budaya memiliki makna untuk memahami budaya-budaya khususnya budaya lokal yang ada di sekitar kita,” kata Widiyastuti, Jum’at (26/4/2019) malam, yang ingin sampaikan kepada masyarakat atau anggota Aisyiyah bahwa budaya-budaya yang ada di sekitar adalah suatu hal yang bisa dipergunakan sebagai media untuk penguatan karakter apapun.
“Kita melihat sebenarnya kecerdasan lokal, kebijakan lokal, semuanya itu mereka pasti punya itu yang kemudian ingin kita angkat,” kata Widiyastuti, yang menambahkan pihaknya mencoba mereka untuk memahami apa yang dipunyai, kemudian coba diangkat dan disinkronkan dengan kondisi saat ini.
“Hal tu masih sangat-sangat bisa kita lakukan,” jelas Widiyastuti.
Kegiatan berskala nasional ini diikuti 70 orang anggota Aisyiyah dari tingkat wilayah dan daerah. Selain Rakornas, Lembaga Kebudayaan Aisyiyah tahun 2019 juga gelar koordinasi dan konsolidasi, pelatihan menulis artikel populer dan pelatihan story telling serta kunjungan ke Rumah Seni Zamrud dan Taman Pustaka Ad Dzakiya.
Salah satu program unggulan Lembaga Kebudayaan PP Aisyiyah adalah cinta budaya dan cinta ilmu. “Jadi kita ingin mengangkat tentang budaya baca dan tulis,” kata Widiyastuti yang melihat hal itu sebagai media yang cukup efektif untuk menginformasikan dan mentransformasikan nilai.
“Sehingga kita mendorong perempuan-perempuan Aisyiyah untuk giat menulis dan menulis laman-laman medsos mereka dengan hal-hal yang inspiratif,” terang Widiyastuti.
Dikatakan Widiyastuti, pihaknya punya dan sering melakukan banyak hal. “Tetapi kadang kita tidak pernah menuliskan apa yang kita punya dan apa yang kita lakukan,” ungkap Widiyastuti, yang akrab disapa Wiwied.
Lalu kenapa story telling? “Story telling adalah sebuah lokal wisdom yang dulu selalu ada dan itu adalah media yang sangat luar biasa untuk satu penguatan komunikasi dalam keluarga, di samping juga dapat menjadi media transformasi nilai,” kata Widiyastuti.
Lembaga Kebudayaan PP Aisyiyah melihat bahwa degradasi nilai anak sekarang — yang saat ini banyak tidak mendapatkan suasana aman di rumah — kepingin pendidikan itu berhasil ketika di lingkungan pendidikan dan rumah itu seimbang. “Minimal para perempuan itu bisa story telling untuk anak-anaknya,” imbuh Widiyastuti.
Selain itu, hal yang menarik dalam kegiatan ini di antaranya para peserta wajib membawa flashdisk untuk pembagian materi sehingga tidak banyak menghabiskan kertas (paperless). Kemudian, para peserta juga wajib membawa thumbler karena Lembaga Kebudayaan PPA ingin membudayakan minim penggunaan botol plastik.
Dalam acara itupun, Lembaga Kebudayaan PPA berkomitmen menggunakan peralatan yang ramah lingkungan. “Sehingga tidak menimbulkan banyak sampah, khususnya sampah plastik,” ungkap Widiyastuti.
Bagi Widiyastuti, hal itu untuk mengurangi sampah. “Inu adalah bagian dari upaya penjagaan lingkungan dan itu adalah hasil pembiasaan sehari-hari,” tandasnya.
Sebenarnya, itu adalah upaya kampanye Aisyiyah untuk pengurangan sampah plastik. Karena apa pun yang terjadi, masyarakat sudah biasa menggunakan plastik dan akhirnya menyampahkan mereka.
“Sehingga memang ini adalah sebuah lambat laun menjadi budaya kita. Ketika kemudian kita ingin menghentikan, ya mungkin menghentikan itu susah, tapi bukan berarti tidak bisa mengurangi,” papar Widiyastuti.
Selain itu, LK PPA juga berusaha membudayakan mengurangi persoalan-persoalan lingkungan yang diawali dengan pembudayaan.
Ketika memasuki Revolusi Industri 4.0 juga mengharuskan para perempuan untuk memanfaatkan gadget yang dimiliki untuk hal-hal yang positif, di antaranya seperti paperless yang kemudian beralih menggunakan flashdisk atau langsung dalam bentuk file masuk ke email atau WAG. Menurut Widiyastuti, perubahan pembudayaan seperti itu memang membutuhkan waktu. “Tetapi bisa dilakukan sedikit demi sedikit dan dimulai dari sekarang,” kata Widiyastuti.
Dari kegiatan ini, Widiyastuti berharap adanya konsolidasi di Lembaga Kebudayaan se-Indonesia. Selain itu, Lembaga Kebudayaan PPA juga ingin mendorong para kader Aisyiyah untuk memaknai hadirnya Lembaga Kebudayaan. “Sehingga kegiatan yang diselenggarakan tidak hanya ansih yang sifatnya itu berkesenian,” terang Widiyastuti.
Sebenarnya banyak hal yang masih bisa dicapai oleh Lembaga Kebudayaan PP Aisyiyah dalam kaitannya membangun sebuah budaya. “Pemikiran, nilai, kemudian pembiasaan komunikasi, itu semua berawal dari budaya,” kata Widiyastuti yang ingin hal itu bisa tercapai ketika diberikan wawasan. Melalui diskusi dan pelatihan adalah salah satu cara atau metode yang membuat mereka berfikir ulang tentang arti kebudayaan. “Jadi mereka punya perspektif ulang tentang kebudayaan,” pungkas Widiyastuti. (Affan)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow