Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Desak KPK Usut Tuntas Kasus Suap KPU

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Desak KPK Usut Tuntas Kasus Suap KPU

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Ketua Departemen HAM Iwan Satriawan, SH, MCL, PhD dan Rahmat Muhajir Nugroho, SH, MH selaku sekretaris, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setyawan dkk dengan profesional, cepat dan tidak takut menghadapi tekanan.

“Agar kepercayaan publik terhadap KPK dapat dipertahankan sekaligus memulihkan nama KPU sebagai penyelenggara pemilu,” ungkap Iwan Satriawan, Selasa (15/1/2020) sore di ruang rapat Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Kampus Utama Jl Ringroad Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Selain itu, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah juga mendesak pimpinan PDIP untuk menjalankan komitmen terhadap penegakan hukum, yang merupakan salah satu prinsip negara hukum dan NKRI. “Dengan tidak menghalang-halangi proses hukum yang sedang berlangsung dan yang melibatkan kader PDIP serta komisioner KPU,” papar Iwan Satriawan.

Juga mendesak Presiden dan KPU untuk menghormati prinsip negara hukum dengan menghindari campur tangan (intervensi) terhadap pengusutan kasus suap ini.

“Kami juga mendesak DPR untuk memanggil pejabat PTIK untuk memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban secara kelembagaan terhadap sikap dan tindakan polisi di PTIK yang telah melakukan persekusi dan menghalang-halangi penyidik KPK dalam menjalankan tugasnya,” ungkap Iwan Satriawan.

Sementara itu, Rahmat Muhajir Nugroho, SH, MH, menambahkan, pernyataan sikap Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah ini sebagai tanggung jawab moral dalam mengawal perjalanan bangsa ini menuju negara yang maju dan bermartabat.

Pernyataan sikap itu, menurut Rahmat Muhajir Nugroho, berkaitan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setyawan, dan 3 orang lainnya atas dugaan suap permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Rl atas nama Harun Masiku (politisi PDIP).

“Kasus ini telah melukai perasaan rakyat dan memantik ketidakpercayaan publik terhadap KPU,” tandas Rahmat Muhajir Nugroho.

Hal ini, dikatakan Rahmat, merupakan masalah serius. “Karena ada tiga lembaga yang terkait namanya dalam kasus ini yaitu KPU, mantan Bawaslu dan politisi PDIP,” kata Rahmat.

Dikatakan Rahmat, KPU adalah organ penyelenggara pemilu, yang seharusnya kredibel dan berintegritas. Dan, keterlibatan mantan anggota Bawaslu Agustiani TF, juga menimbulkan pertanyaan: apakah mantan anggota Bawaslu itu biasa menjadi penghubung praktik suap seperti itu?

Persoalan semakin bertambah rumit ketika KPK menelisik lebih sumber uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu Setyawan dengan rencana menggeledah kantor DPP PDIP akan tetapi gagal. “Karena ada kaitannya dengan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP,” papar Rahmat, yang menambahkan instrumen hukum seakan tumpul dan tak berdaya.

Disampaikan Iwan Satriawan, ada 4 masalah penting yang perlu dicermati terkait kasus OTT terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setyawan, dan mantan anggota Bawaslu.

Pertama, keterlibatan komisioner KPU dalam perkara suap semakin menggerus kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggara pemilu. “Rendahnya kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu akan mengancam kualitas pelaksanaan pemilu,” kata Iwan.

Kedua, kasus ini melibatkan politisi PDIP. “PDIP adalah partai utama dalam rezim saat ini dan sebagai partai yang sedang berkuasa,” kata Iwan, yang menambahkan PDIP tentu berpotensi melakukan tekanan kekuasaan kepada lembaga negara lain yang berhubungan dengannya.

Ketiga, masih segar dalam ingatan publik tentang revisi UU KPK, yang salah satunya adalah tentang keberadaan Dewan Pengawas dalam proses pemberantasan korupsi. “Fakta saat ini membuktikan bahwa Dewan Pengawas menjadi penghambat kecepatan bekerja dalam penggeledahan tempat yang dianggap penting terkait alat bukti,” keluh Iwab.

Keempat, Majalah Tempo menurunkan tulisan tentang proses pengejaran terhadap Hasto Kristiyanto oleh KPK ke kampus PTIK. Namun, pengejaran ini terhenti karena penyidik KPK malah digelandang dan diinterogasi oleh pihak keamanan atau polisi yang ada di PTIK.

Sikap dan cara polisi di PTIK terhadap penyidik KPK, bagi Iwan, menunjukkan mereka menghalangi tugas penyidik KPK. “Bukannya akomodatif bekerjasama dengan penyidik KPK,” tandas Iwan.

Hal ini menunjukkan petugas polisi di PTIK malah menghalangi proses pengejaran terhadap target penyidik KPK dalam menangkap Hasto Kristiyanto. (Anne Rochmawati)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow