Memaknai Pesan-Pesan Kiai Dahlan
PONOROGO – QS. Ali Imran ayat 104 adalah dasar KH. Ahmad Dahlan dalam mendirikan gerakan Muhammadiyah, yaitu sebuah kelompok yang mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kata “mengajak” bermakna melakukan tindakan bersama-sama, bukan memerintah. Inilah ciri yang ditanamkan pada setiap individu sebagai komitmen warga Muhammadiyah.
Penjelasan tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Achmad Jainuri, M.A. (Wakil Ketua PWM Jawa Timur) dalam Kajian Majelis Pembinaan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ponorogo, Sabtu (24/7) secara daring. Kajian tersebut mengambil tema “Pelaksanaan Pesan KH. Ahmad Dahlan, Hidup-hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah di Era Kekinian”.
Wakil Ketua PWM Jawa Timur menjelaskan tiga poin penting dan perlu diperhatikan kader-kader Muhammadiyah. Pertama, landasan normatif dalam Surah Ali Imron ayat 104, yang artinya “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Kebaikan-kebaikan dan apa yang diusahakan Muhammadiyah bukan hanya untuk orang Muhammadiyah, juga masyarakat umum. Sekolah-sekolah, rumah sakit, dan amal usaha Muhammadiyah lainnya digunakan oleh masyarakat umum.
Makna dari kebaikan dalam QS. Ali Imron ayat 104 luas dan berkaitan dengan ayat 110, yang artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Komitmen warga Muhammadiyah dalam ayat 110 berkaitan dengan ayat 104 (mengajak berbuat kebaikan) dengan harapan agar kita termasuk “khairu ummah” (umat terbaik). Mendampingi, memberdayakan, dan mengentaskan umat termasuk program Muhammadiyah untuk ukhrijat linnas (siapapun manusia), baik berbeda etnis, budaya, karakter, organisasi, golongan. Aspek ideologi merupakan aspek penting untuk komunikasi yang humanis dan toleransi terhadap pluralitas.
Kedua, Muhammadiyah memiliki makna sosial yang sangat luas. “Misalnya, makna dari ibadah puasa bukan sekadar apa yang disampaikan dalam kajian-kajian. Puasa untuk membentuk kepribadian jujur, shalat untuk mencegah kemungkaran. Ini persoalan sosial,” jelas Jainuri.
Makna dari pesan KH. Ahmad Dahlan sangat luas, dengan bersikap baik, berkepribadian baik. Jadi ibadah bukan hanya dikerjakan lalu gugur kewajiban, tapi implikasinya luas.
Ketiga, dasar amal perbuatan nyata “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, Jangan Hanya Hidup di Muhammadiyah” perlu kontekstualisasi lagi. Pengelola amal usaha Muhammadiyah perlu lebih memperhatikan kompetensi, komitmen, dedikasi, sikap tekun dan rajin sebagai profesionalitas bagi amal usaha persyarikatan.
“Dahulu orang-orang masuk Muhammadiyah membawa uang, minimal untuk menghargai diri mereka. Tapi sekarang nggak, banyak orang masuk Muhammadiyah untuk mencari uang. Insyaa Allah, teman-teman di persyarikatan baik di level manapun tetap kita hargai secara profesional. Pesan KH. Ahmad Dahlan, di Muhammadiyah perlu keikhlasan. Nah, keikhlasan bukan sak kobere (kalau ada waktu saja). Misalnya 40 persen dari waktu harus betul-betul dioptimalkan untuk persyarikatan,” tegasnya.
Pesan KH. Ahmad Dahlan yang perlu dikontekstualisasikan lagi adalah “Sedikit bicara banyak bekerja”. Dahulu ungkapan tersebut muncul karena terjadi banyak perdebatan. Kini, bicara dan bekerja harus sama-sama, kita harus berlatih kedua-duanya. Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Insyaa Allah hal-hal tersebut dapat menjadikan Muhammadiyah tetap survive,” tandas Jauhari. (*)
Wartawan: Afifatur Rasyidah I.N.A.
Editor: Sucipto
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow