Mengintip Pandangan Indonesianis tentang Muhammadiyah

Mengintip Pandangan Indonesianis tentang Muhammadiyah

Smallest Font
Largest Font

BANTUL – Kongres Sejarawan Muhammadiyah berlangsung bebeberapa hari lalu, Sabtu dan Ahad (27 dan 28 November 2021). Meski begitu, banyak materi yang sayang jika dilewatkan.

Di antaranya pada panel sesi pertama yang menghadirkan Kevin W. Fogg, Ph.D. (University of North Carolina) dan Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A. (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Mestinya di sesi ini ada Prof. Mark R. Woodward, Ph.D. (Arizona State University), tapi terpaksa membatalkan karena orangtuanya sakit dan perlu ditangani.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dua narasumber yang telah hadir secara daring tersebut disatukan dalam satu sesi panel berjudul “Muhammadiyah di Mata Indonesianis”. Kevin mengangkat tema “Kiprah Muhammadiyah di Masa Revolusi Indonesia” yang merupakan hasil dari penelitiannya, sedangkan Prof. Najib mengulas soal “Kajian Sejarah Muhammadiyah oleh Para Indonesianis”.

Dalam melakukan riset, Kevin memanfaatkan berbagai sumber data yang ada baik primer maupun sekunder. Sumber primer berwujud cetak, arsip, maupun wawancara dengan pelaku sejarah. Untuk sumber sekunder, ia menelisik sejarah Muhammadiyah di daerah, pemikiran-pemikiran, sejarah Masyumi, serta sejarah Muhammadiyah di lingkup nasional.

Dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti, Kevin menjelaskan, “Orang-orang luar mungkin tidak kenal Masyumi atau Muhammadiyah, paling-paling kenal Indonesia, sehingga saya harus menempatkan tulisan saya dalam historiografi Indonesia.”

Ia juga menilai, “Peranan Islam dalam revolusi Indonesia merdeka belum dipandang secara keseluruhan.” Fakta-fakta mengenai sumbangan kaum muslim dalam perjuangan kemerdekaan belum diulas secara luas, terutama peran Muhammadiyah yang signifikan.

Bukunya “Indonesia Islamic Revolution” diterbitkan dalam Bahasa Indonesia tahun 2020 dengan judul “Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia”. Buku ini ditulis dalam dua bagian, mengulas orang-orang akar rumput yang memiliki semangat juang Islam serta membahas peran-peran dalam lini politik.

Ia menyampaikan beberapa temuannya dalam buku tersebut. Salah satu peran Muhammadiyah tampak dari adanya beberapa laskar yang dibentuk secara resmi seperti Hizbullah atau dibentuk secara organik dari bawah seperti Sabilillah. Kevin menegaskan, anggotanya tidak hanya laki-laki, juga perempuan.

Terdapat pula satu dokumen berjudul “Njanjian Latihan Djihad Muhammadijah”, sebuah lagu yang ditulis M. ‘Aini, untuk menggugah semangat perjuangan melawan penjajah. Ini dikatakan Kevin berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Berkat lagu ini, semakin banyak orang terdorong turut serta dalam perjuangan. “Tidak hanya membawa senjata, juga palang merah dan dapur umum,” terangnya.

Perjuangan politik pun disoroti dari adanya Partai Masyumi, politik di tingkat lokal, serta diplomasi-diplomasi. “Ada beberapa mahasiswa yang dikirim ke Timur Tengah khususnya di Mesir yang telah memperjuangkan diplomasi. Mereka mempengaruhi tokoh-tokoh Mesir dan Liga Arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia,” katanya.

Berkat perjuangan itulah, isu tentang kemerdekaan Indonesia dapat diangkat dalam sidang Persyarikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Prof. Ahmad Najib sebelum masuk ke materi sempat menyampaikan kekaguman kepada Kevin yang berhasil menganyam sejarah-sejarah Muhammadiyah dengan isu luas. “Penting untuk dilakukan bagaimana bisa tulisan Muhammadiyah kaitannya dengan wacana global,” tegasnya.

Menyoroti beberapa penelitian tentang Muhammadiyah yang pernah dilakukan, ia menunjukkan bahwa pada rentang tahun 2016-2021 tidak banyak Indonesianis yang mengulas Muhammadiyah. Salah satu yang ditampilkannya ialah Gustav Brown.

Padahal, tahun 2010-2015, banyak tokoh yang secara produktif menuliskan penelitian tentang organisasi ini. Sebutlah Gwenaël Njoto-Feillard, Eunsook Jung, Robin Bush, Greg Barton, Hyung-Jun Kim, serta Herman Beck. Yang paling belakang itu disebut-sebut Najib, “Scholar yang paling produktif untuk mengupas tentang Muhammadiyah.”

Beberapa buku karya Indonesianis menyinggung peran Muhammadiyah, seperti Muhammad Adlin Sila dalam “Being Muslim in Indonesia: Religiosity, Politics and Cultural Diversity in Bima”, Jeremy Menchik dalam “Islam and Democracy in Indonesia Tolerance Without Liberalism”, dan Mitsuo Nakamura “The Crescent Arises Over the Banyan Tree: A Study of Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town”.

Prof. Najib melihat semakin ke sini, penelitian tentang Muhammadiyah mulai mengalami pergeseran dimana fokus pengamatan tidak hanya terbatas kepada Muhammadiyah. Turut memberikan tanggapan setelah itu ialah Prof. Dr. H. Abdul Munir Mulkhan, S.U. (UIN Sunan Kalijaga) dan Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. (Ketua Umum PP Muhammadiyah).

Mengapresiasi penelitian Kevin W. Fogg, Ketua Umum PP Muhammadiyah menyampaikan, “Kami mengundang dan berharap untuk menulis sejarah Muhammadiyah berkolaborasi dengan Mas Najib.”

Tulisan itu harapannya dapat merangkum sejarah awal persyarikatan, termasuk dalam lingkup nasional maupun lokal. Sehingga, dapat diketahui benang merah peran Muhammadiyah bagi umat Islam maupun bangsa Indonesia. Kerja sama itu, menurut Haedar, dapat dilakukan melalui Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah atau salah satu perguruan tinggi.

Undangan kerja sama ini direspon dengan antusias oleh Kevin. Namun ia mengatakan bahwa perlu ada diskusi dengan atasannya terlebih dahulu karena projek tersebut kemungkinan besar melibatkan beberapa lembaga dalam pelaksanaannya. Tentu banyak pihak yang mengharapkan ada tindak lanjut dari diskusi tersebut. (*)

Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow