Menko Perekonomian di YouTube UMYogya: Indonesia Presidensi G20, Momentum Pulih Bersama Pascapandemi
BANTUL – Forum Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Roma, Italia, memutuskan hal positif bagi Indonesia, yakni sebagai presidensi G20 tahun 2022. Topik pembahasan tahun depan adalah pertumbuhan ekonomi pascapandemi dengan tema “Recovery Together, Recovery Stronger”. Forum KTT G20 tahun 2021 di Roma tersebut berlangsung pada 31 Oktober 2021.
Menurut Menko Perekonomian, Dr. (H.C.) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T., IPU., tema tersebut memiliki kata lain sebagai momentum pulih bersama.
“Kita rasakan hal itu belum merata khususnya bagi negara-negara berpendapatan rendah. Indonesia berkomitmen untuk kesetaraan akses terhadap vaksin dan memberikan kesempatan bagi negara-negara berpenduduk sekitar 100 juta orang untuk memproduksi vaksin Covid-19 dengan distribusi lebih merata,” katanya.
Penjelasan Menko Perekonomian tersebut disiarkan melalui saluran YouTube UMYogya dalam seminar “Indonesia’s Global Leadership Outlook: How and for Whose Benefits?” di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (15/11).
Pemulihan ekonomi yang kuat adalah pemulihan yang inklusif, ekonomi kuat adalah ekonomi yang mampu bertransformasi sejalan dengan visi G20. Target pertumbuhan ekonomi tahun 2022 bisa mencerminkan hal itu. Proyeksi pemerintah Indonesia, ekonomi tumbuh di angka 5,2-5,5 persen.
G-20 dimaknai memiliki dua arti penting: pertama, sebagai sarana sosialisasi dari peluang dan aspirasi presidensi G20 terhadap dunia. Kedua, memberi masukan bagi pemerintah untuk memaksimalkan manfaat presidensi Indonesia bagi masyarakat.
Airlangga Hartarto menjelaskan, G20 merupakan forum koordinasi kebijakan yang lahir sebagai respons terhadap krisis ekonomi di tahun 1998 dan 1999. Merepresentasikan 85 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, 75% perdagangan dunia, dan 80% investasi global, dan 2/3 dari jumlah populasi penduduk dunia.
Upaya penyelesaian krisis tahun 1998-1999 tidak akan efektif tanpa keterlibatan negara ekonomi berkembang yang terdampak. Menjadi presidensi G-20, katanya, merupakan kehormatan sekaligus harapan bagi pemerintah untuk turut andil mencari exit policy dari pandemi Covid-19. Tantangan global tidak akan selesai tanpa adanya sinergi, khususnya seluruh peserta G20.
“Indonesia memaknai presidensi G-20 2022 lebih dari sekadar ketua siding, namun sebagai pemimpin yang akan menentukan arah perkembangan perekonomian dunia ke depan,” ujarnya.
Ia yakin Indonesia mempunyai modal kuat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat di kuartal ketiga sebesar 3,5 persen secara year on year.
“Penanganan Covid-19 sudah baik. Angka reproduction rate di bawah 1 persen, tepatnya 0,7 persen. Hal ini dapat membawa kita memiliki pertumbuhan ekonomi di akhir tahun 2021 mencapai 3,7-4,5 persen,” tandasnya.
Indonesia melihat pentingnya pemerataan sentra produksi internasional untuk menguatkan rantai pasok global dengan mendorong kemandirian produksi dalam meningkatkan nilai tambah.
Selain itu, Indonesia mendukung sistem electric vehicle system dengan melakukan investasi pabrik baterai di Karawang, Jawa Barat. Investasi ini memberikan peluang besar untuk melakukan pembangunan secara berkelanjutan, apalagi pergerakan itu menjadi yang pertama di Asia Tenggara.
“Hal tersebut menjadi contoh transformasi industri nasional yang dilakukan dengan pembangunan berkelanjutan,” kata Airlangga.
Muncul harapan bahwa presidensi G-20 mampu meningkatkan konsumsi domestik akibat langsung sebesar Rp 1,7 triliun, menambah PDB Rp 7,4 triliun, dan memperkerjakan 33 ribu tenaga kerja di berbagai sektor.
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., seminar secara virtual tersebut menjadi bukti peran strategis Muhammadiyah dalam memaksimalkan kepemimpinan Indonesia di dunia internasional.
G20 menjadi sebuah capaian yang positif dan konstruktif bagi upaya pemulihan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Sekaligus membangun optimisme Indonesia berperan di kancah global, setelah perjalanan panjang Indonesia penuh dinamika dalam menghadapi percaturan dunia. Capaian ini harus diakui seluruh komponen bangsa untuk secara bersama mengisi ruang positif sebagai penguatan mobilisasi domestik di dalam negeri.
Haedar menilai, Indonesia perlu melakukan akselerasi dalam mencari titik-titik baru untuk memainkan peran lebih signifikan dalam dunia internasional, dengan memanfaatkan secara baik presidensi G20 itu.
“Terlebih menurut beberapa pakar, Indonesia memiliki potensi besar di tahun 2030 menjadi negara dengan kategori ekonomi terbesar setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India,” kata Haedar. (*)
Berita ini diterima mediamu.com dari Biro Humas dan Protokol UMY
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow