Muhammadiyah Independen dalam Hal Politik Praktis

Muhammadiyah Independen dalam Hal Politik Praktis

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Dr. phil. Ridho Al Hamdi, M.A., menjadi salah satu narasumber dalam sesi 3 Dialog Ideopolitor yang diselenggarakan PWM DIY, di Gedung AR Fachruddin Unit B Lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahad (19 Muharram 1445 H bertepatan 6 Agustus 2023).

Dalam paparannya, Ridho menjelaskan bahwa Muhammadiyah tidak punya hubungan secara organisasi maupun afiliasi dengan partai politik. Hal itu berdasarkan pada Khittah Ujung Pandang tahun 1971.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Diperkuat Keputusan Muktamar 1978 di Surabaya, yang menyatakan Muhammadiyah adalah independen dengan pengertian tidak merupakan bagian, tidak mempunyai hubungan organisasi, tidak merupakan afiliasi dan tidak mempunyai ikatan kelembagaan dengan organisasi lain. Muhammadiyah memiliki otoritas otonom dan berwenang mengatur sendiri rumah tangga dan kaidah-kaidah organisasinya

Dalam Khittah Denpasar 2002, Muhammadiyah memposisikan dirinya sebagai kelompok kepentingan (interest group) atau kekuatan moral (moral force).

“Saya memahami bahwa Muhammadiyah adalah independen. Mungkin sebagian dari tokoh menyatakan bahwa Muhammadiyah netral, namun publik menganggap sikap ini bersifat politis,” ujar Ridho.

Meskipun pada tahun 1998, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah harus mundur karena terjun ke politik praktis, namun Muhammadiyah memberikan amanah kepadanya untuk berijtihad di partai politik. Akan tetapi, tidak ada dokumen resmi terkait hal ini.

Ridho menegaskan jika Muhammadiyah adalah independen itu berbeda persepsi dengan netral atau bahkan apolitis. Bila ada pernyataan Muhammadiyah mendukung Amien Rais, itu tidak melanggar aturan karena sifatnya independen, tanpa intervensi manapun.

Dalam rentang waktu 2014-2019, kader sudah berdiaspora ke timses capres-cawapres serta ke berbagai lembaga negara. Apalagi, di Muktamar 48, LHKP diamanatkan mengkoordinasi proses rekrutmen kader Muhammadiyah ke lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan lain-lain) beserta penyusunan strategi rekrutmen terhadap kader untuk berdiaspora.

Kemudian, perlunya mewujudkan database diaspora kader Muhammadiyah di berbagai organisasi pemerintahan maupun non-pemerintahan disertai pengembangan forum dan jaringan kader sebagai wahana dakwah Islam berkemajuan di bidang politik kebangsaan.

Hipotesa baru Muhammadiyah di bidang politik praktis antara lain dengan mengirimkan satu caleg dari persyarikatan untuk satu dapil atau daerah (untuk DPD RI). Ini bersifat eklektif dan tidak kaku. Artinya, bisa saja tidak ada calon di satu dapil, atau ada kebijakan lain jika terdapat lebih dari satu calegmu sesuai dengan kriteria yang disepakati.

Muhammadiyah juga mengawal warga dan kadernya menjadi KPPS dan pengawas TPS di seluruh Indonesia, sesuai dengan gerakan KPPS-Mu dan Pengawas-Mu. Pendaftaran berlangsung pada 5-12 Januari 2024 dengan masa tugas 25 Januari-24 Februari 2024.

“Pengawasan riil di TPS bisa dikawal dan jadi gerakan nasional,” kata Ridho.

Hal itu untuk memastikan pemilu berintegritas dan mengurangi risiko kecurangan yang semakin besar. Tugas kader dan warga adalah menjadi bagian nahi munkar, keterlibatan Muhammadiyah dalam mengawal pesta demokrasi, dan semua pihak di persyarikatan harus mengawal agenda ini. (*)


Wartawan: Dzikril Firmansyah

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Paling Banyak Dilihat