MediaMU.COM

MediaMU.COM

Portal Islam Dinamis Berkemajuan

May 17, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Umat Muslim Debat Soal Fatwa Musik, Ini Kata Ketua PWPM DIY Pelatihan Paralegal oleh ‘Aisyiyah dan BPHN Tingkatkan Akses Bantuan Hukum PCIM Amerika Bergabung Dalam Gelombang Dukungan Global untuk Palestina Songsong Milad ke-107, 'Aisyiyah Komitmen Perkuat Dakwah Kemanusiaan Semesta Siap Bersaing di Dunia Kerja, Ratusan Siswa SMK Muhammadiyah 1 Yogya Resmi Wisuda Abdul Mu'ti: Bukan Mendiskriminasi, Islam Justru Memuliakan Perempuan Lewat Workshop, BMT UMY Komitmen Wujudkan “Modernisasi Koperasi” di Kabupaten Bantul Komitmen Mengabdi Di Daerah 3T, PENA UMY Menuju Sambi Rampas Gallery Walk GCWRI Jadi Saksi Aksi Pemuda-Pemudi Lintas Iman Rawat Perdamaian dan Lingkungan  Nur Ahmad Ghojali Harapkan LKSA Panti Asuhan Muhammadiyah Unggul Berkemajuan PC IMM Djazman Al Kindi Yogya dan BEM UAD Gelar Simposium Pemikiran Islam, Hadirkan Pendiri IMM JISRA Indonesia Suarakan Ecofeminism dan Kerukunan Lintas Iman dalam Global Conference on Women’s Rights in Islam (GCWRI) Mahasiswa STIkesMU Lhokseumawe Resmi Mulai Praktek Klinik di RS Kesrem PCM Ngampilan Adakan Silaturahmi Sekaligus Pelepasan Calon Jamaah Haji Ketahuilah Istilah Akhlaqul Banin Ketahuilah Imanan Wahtisaban Risalah Islam Berkemajuan: Bagaimana Menghadapi Tantangan Zaman dan Mewujudkan Masa Depan Cemerlang? Mie Lezatmu dan Mocaf Jadi Bukti Inovasi Cabang-Ranting Muhammadiyah dalam Dakwah Ekonomi 53 Dosen UMY Raih Sertifikasi Internasional Microsoft Certified Educator PSHW UMY Amankan Tiket Menuju Babak 32 Besar Liga 3 Nasional

Pak Haedar: Sejarah Rawan Dimanipulasi

YOGYA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., menegaskan bahwa memahami sejarah itu perlu hati, kejujuran dan berpikiran terbuka. Hal itu disampaikan pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah, Sabtu (27/11).

Kongres diselenggarakan Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah selama dua hari, Sabtu dan Ahad (27 dan 28 November) secara luring dan daring. Untuk acara luring bertempat di Amphitarium Kampus Utama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jl. Ringroad Selatan, Yogyakarta.

Haedar berharap, sejarawan Islam khususnya sejarawan Muhammadiyah tidak terjebak pada dogma serta mampu membuktikan peristiwa sejarah berlandaskan kaidah ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Watak ilmu pengetahuan itu terbuka untuk didialogkan, terbuka untuk dikoreksi dan saling koreksi.

Meski demikian, harus diakui kalau upaya rekonstruksi sejarah kerap kali menjadi buntu ketika bersinggungan dengan politik yang syarat kepentingan individu maupun kelompok. Atas dasar politik, sejarah rawan untuk dimanipulasi.

“Sejarah kerap dipagari kepentingan jangka pendek dan dalam kepentingan politik jangka pendek inilah kadang terjadi pendustaan terhadap sejarah atau konstruksi sepihak terhadap sejarah,” tegasnya.

Karenanya, sejarah harus dibuktikan dengan mengikuti kaidah ilmu pengetahuan tanpa dilatari bias politik dan kepentingan individu atau kelompok. Masyarakat yang pasif mungkin tidak pernah tahu bias tersebut. Sehingga, seringkali pandangan akademisi yang telah mengkaji sejarah sejalan dengan kaidah objektif-ilmiah dikalahkan keputusan penguasa.

“Berebut tafsir sejarah tidak masalah sejauh bisa dipertanggungjawabkan, objektif-ilmiah, dan mengikuti kaidah ilmu pengetahuan yang selalu punya sifat dialogis dan keterbukaan. Tapi sering kita mentok ketika dihadapkan dengan politik dan kekuasaan, sehingga buntu karena terkunci oleh keputusan,” ujar Haedar.

Maka dari itu Haedar mengingatkan, sejarah harus diungkapkan secara jujur dan apa adanya. Rekaman peristiwa sejarah yang terjadi tidak mungkin tunggal atau terpisah dengan peristiwa lain, melainkan tersusun berdasarkan urutan kronologis.

“Dalam sejarah kebangkitan nasional terdapat banyak peristiwa seperti perang gerilya. Di Muhammadiyah ada Askar Perang Sabil, di Surabaya ada 10 November dalam satu rangkaian yang panjang,” kata Haedar.

Melalui Kongres Sejarawan ini, Haedar meminta sejarawan Muhammadiyah tidak terjebak pada praktik simplifikasi yang hanya menonjolkan satu aktor dalam mengulas peristiwa sejarah. “Sering ketika berbicara sejarah yang terjadi adalah simplifikasi. Hanya satu peristiwa, hanya satu aktor. Apalagi ketika masuk konstruksi politik itu tergantung siapa pemenang politik di suatu rezim, dia yang akan mengonstruksi tunggal,” ujarnya

Haedar juga mengajak masyarakat, khususnya umat Islam, memperkaya wawasan mengenai sejarah yang multiperspektif agar mampu menentukan arah masa depan berdasarkan pandangan luas. “Itulah pentingnya pelajaran sejarah, baik di sekolah, keluarga, bahkan di organisasi,” tandasnya. (*)

Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Heru Prasetya

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here