MediaMU.COM

MediaMU.COM

Portal Islam Dinamis Berkemajuan

May 14, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pakar UMY: Nasdem Usung Tiga Capres untuk Tarik Perhatian Masyarakat

Foto: liputan6.com

BANTUL – Masih dua (2) tahun lagi, tapi sudah menyedot perhatian publik. Ya, pemilihan presiden alias Pilpres Indonesia masih akan digelar tahun 2024, tapi isu-isu yang mengiringinya sudah tumpah ruah di masyarakat. Antara lain mengenai siapakah sosok yang akan diajukan menjadi bakal calon presiden.

Dr. Tunjung Sulaksono, S.I.P., M.Si., pakar politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengomentari munculnya nama-nama calon presiden yang disebut Partai Nasdem (Nasional Demokrat). Nama-nama itu adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Jenderal Andika Perkasa.

Menurut Tunjung, kemunculan nama-nama tersebut adalah hal yang wajar. Pada helatan pilpres, figur atau ketokohan lebih berperan dibandingkan dengan partai politik. Kendati demikian, sesuai UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 calon presiden harus diajukan oleh partai politik yang memiliki minimal 20% kursi di DPR RI atau 25% suara sah secara nasional. Ini berarti ketokohan tersebut harus didukung dengan adanya partai politik.

Dalam pandangannya, Nasdem secara politis berharap adanya implikasi masyarakat untuk melihat Nasdem sebagai partai dan memberikan keuntungan dalam pemilu legislatif. Dari ketiga nama yang diusung tersebut, tidak ada satupun yang merupakan kader Partai Nasdem.

“Lho, terus kenapa direkomendasikan? Bisa saja agar Partai Nasdem tercatat sebagai partai yang berani memunculkan capres pertama. Bisa dibilang untuk menarik perhatian masyarakat,” tambah Tunjung, ketika dihubungi Tim BHP UMY, Kamis (23/6).

Dua nama yang diusung, Anies dan Ganjar, masih menjabat sebagai kepala daerah di daerah masing-masing. Keduanya bisa dikatakan cukup populer dalam bursa bakal calon presiden. Posisi keduanya saat ini dapat dikatakan sebagai investasi dalam dunia politik. Saat menjalankan kepemimpinannya, seorang kepala daerah telah menanamkan pengaruh atau melakukan kampanye.

“Paling tidak jika menjabat dalam satu periode, lima tahun dekat dengan masyarakat sudah merupakan kampanye gratis. Jika kepemimpinannya berhasil, maka simpatisan dari daerah akan datang dengan sendirinya,” imbuhnya.

Sedangkan Jenderal Andika Perkasa masih aktif dalam dunia militer, padahal dalam aturannya seseorang yang masih aktif di TNI tidak boleh berpolitik bahkan tidak memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum. Jika pencalonan Jenderal Andika Perkasa ini benar-benar terjadi, maka yang bersangkutan harus melepaskan status kemiliterannya.

Menurut Tunjung, latar belakang militer yang dimiliki Andika adalah sebuah kelebihan tersendiri. “Perjalanan karir yang panjang dan berpindah-pindah tempat tentu saja memperdalam pengalaman serta pemahaman seorang militer mengenai sebuah daerah. Sosok dengan latar belakang militer ini juga kerap dikenal sebagai sosok yang tegas. Ketegasan ini dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai sebuah keuntungan,” terang Kepala Program Studi Ilmu Pemerintahan UMY ini.

Ketiga nama tersebut sama-sama memiliki kesempatan untuk benar-benar naik menjadi calon presiden dan wakil presiden pada tahun 2024. Namun hal ini akan dikembalikan lagi kepada partai politik sebagai kendaraan politik untuk bisa mencalonkan diri.

Lebih lanjut, Tunjung menjelaskan bahwa pemerintah yang terbentuk nantinya adalah pemerintah koalisi dari berbagai partai politik. Ini disebabkan tidak adanya partai politik yang dapat meraih suara mayoritas. Pencarian partner koalisi yang tepat menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pilpres ke depannya.

Sejak awal masa kemerdekaan, Indonesia dipimpin berbagai rezim pemerintahan dengan jasanya masing-masing dalam memajukan negara, namun masing-masing tokoh juga memiliki titik kelemahan.

Sosok pemimpin ideal bagi bangsa ini adalah seseorang yang bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari semua yang telah dilalui. Pada satu sisi, pemimpin harus berorientasi kepada kepentingan rakyat karena Indonesia merupakan negara demokrasi. Sayangnya, dalam rezim saat ini, Indonesia mengalami kondisi state qua state. Artinya, pemerintah masih memikirkan dirinya sendiri dan belum secara penuh berorientasi kepada rakyat.

Dalam pandangannya, demokrasi Indonesia akhir-akhir ini mengalami backsliding atau kemunduran dimana demokrasi bukannya maju ke depan dan menjadi established democracy, namun mundur lagi kebelakang.

“Yang paling kasat mata kemarin itu adalah kasus Omnimbus Law. Rakyat di seluruh Indonesia kompak bergerak turun ke jalan untuk menolaknya, namun pemerintah tetap jalan terus. Jadi kan ndak nyambung apa yang diharapkan oleh rakyat dengan yang dijalankan pemerintah,” tandas Tunjung. Juga, UU ITE yang membatasi rakyat untuk berpendapat dan mengeluarkan kritik kepada pemerintah.

Ia berharap, presiden yang terpilih tahun 2024 adalah presiden yang mau mendengarkan suara rakyat. Tugas bagi presiden selanjutnya untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah. Selain itu kesejahteraan rakyat juga harus menjadi perhatian utama presiden. (*)

Berita ini diterima mediamu.com dari BHP UMY
Editor: Heru Prasetya

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here