Pengajian PWM DIY, Pak Busyro: Ada Demoralisasi Sistemik dalam Praktik Demokrasi
YOGYA – Pengajian Konsolidasi Organisari yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) bersama Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) DIY, Selasa (22/12), menghadirkan Dr. H.M. Busyro Muqoddas, salah satu Ketua PP Muhammadiyah, sebagai narasumber.
Sebagai kajian yang disenggarakan di akhir tahun 2021 acara melalui ruang virtual ini memilih tema “Refleksi Kondisi Bangsa dan Persyarikatan” dengan moderator Ir. H. Azman Latif, Wakil Ketua PWM DIY.
Busyro memaparkan asas fundamental konstitusional negara berbasis pada rule of law, UUD 1945 Bab I Pasal 1 Ayat 3. Disini meniscayakan sikap dan amaliyah moral kenegarawanan prima. Artinya, kejujuran politik yang terukur dalam kebijakan praktik kenegaraan berbasis moralitas demokrasi.
Bila dilihat pada praktik demokrasi akhir-akhir ini, Busyro menilai ada demoralisasi sistemik sebagai dampak dominannya peran kekuatan pemodal politik di balik praktik pemilukada. Hal itu menimbulkan dampak destruktif dari berbagai dimensi, berupa praktik biaya tinggi penyelenggaraan pemilukada dan terbentuknya kleptocrative dan masif strukturalnya praktik state capture corruption.
Terdapat juga marginalisasi elemen-elemen demokrasi dalam civil society organization (CSO). “Secara simultan terjadi eskalasi peran politik kekuatan modal dan berdampak pada disorientasi arah politik hukum maupun penegakan hukum yang cenderung intransparan dan diskriminatif,” papar Busyro.
Marginalisasi elemen demokrasi dalam masyarakat juga berdampak pada hal lain. Seperti buntunya hak – hak masyarakat untuk memperoleh keadilan sosial, politik, dan ekonomi. Sehingga, dari praktik demokrasi saat ini, terdapat sejumlah anomali politik.
Busyro mencontohkan, penerapan UU ITE yang diskriminatif dan sangat rentan terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945. Juga, berbagai undang-undang seperti UU Pemilu, UU Minerba, Revisi UU KPK, dan UU Cipta Kerja, sangat tandus dan terpental dari komitmen demokrasi (sila ke-4 Pancasila).
“Masih banyak lagi anomali politik lainnya, antara lain pelumpuhan KPK, bagi-bagi posisi di BUMN, serta menguat dan masifnya budaya feodalisme politik yang tentu saja menabrak etika kenegaraan,” jelasnya.
Mantan Ketua KPK itu sangat mengharapkan peran kader atau warga Muhammadiyah untuk menjaga kehidupan demokrasi negeri ini. Banyak cara bisa dilakukan. Pertama, meneguhkan karakter tajdid wilayah politik dalam bingkai ta’awun secara kritis-konstruktif.
Kader Muhammadiyah, menurut Busyro, juga perlu peneguhan mentalitas independen sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat: 75-76. “Selain itu, perlu pendidikan politik independen dan kritis terhadap masyarakat dan pendampingan oleh aktivis IMM dan mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah,” imbuh Busyro.
Dia mengharapkan adanya program terobosan PWM dan UMY-UAD bekerjasama dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik – Majelis Hukum dan HAM (LHKP – MHH), dan Majelis Lingkungan Hidup (MLH), antara lain:
- Riset berbasis pemetaan masyarakat petani dan pelaku ekonomi klaster UMKM untuk agenda advokasi serta karakter serta arah kebijakan publik DIY dan pembebasan pajak tanah terhadap pribumi lemah.
- Investigasi praktik perizinan minimarket atau ritel dan lain-lain di DIY dan dampak sosial dan ekonomi terhadap UMKM. Juga praktik konversi pemilik tanah pertanian untuk bisnis pemodal serta desain kebijakan tata ruang dan arah APBD Pemda tingkat I dan II.
- Riset tentang praktik perceraian dampak depresi ekonomi untuk agenda advokasi dan implementasi keluarga sakinah, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surah Ar-Ruum ayat 21.
- Riset tentang peran dan komitmen sosial kemasyarakatan dosen dan guru sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai tafsir sosial dan advokasi teologi Al-Ma’un. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow