Pengurus PP Muhammadiyah Ikuti Pameran Kaligrafi Islam di YIA
BANTUL – Bukan pertemuan yang dirancang. Ketika Rabu (11/8) siang mediamu.com bersilaturahmi ke tempat usaha Taufik Ridwan (Ketua Jaringan Saudagar Muhammadiyah/JSM DIY) di Kuden, Sitimulyo, Bantul, tak disangka ketemu maestro kaligrafi Indonesia, Syaiful Adnan.
Senyum khas Minang langsung terlihat begitu ia membuka masker barang sebentar sekadar memperkenalkan wajah. Kadang-kadang masker menyebabkan tidak dikenalinya seseorang.
Di sela hidangan kopi hitam shohibul bait (saya memilih jeniper/jeruk nipis peras), cerita “adik kelas” almarhum Amri Yahya ini seperti tak kunjung habis.
“Ketika itu Pak Amri bertanya ke saya, sudah siap kami full di kaligrafi?” kenang laki-laki kelahiran Saniangbaka, Solok, Sumatera Barat, 5 Juli 1957 ini. Maksudnya pertanyaan Amri Yahya, katanya, kaligrafi Islam bukan dunia “basah”. Sulit mendatangkan keuntungan materi.
Saniangbaka, tempat kelahiranya, hanya berjarak dua jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari tanah kelahiran Buya Syafii Maarif di Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatra Barat.
Atas pertanyaan Amri Yahya, Syaiful Adnan langsung mafhum, bahwa sulit mencari kekayaan materi duniawi bagi seniman yang bergelut full time dengan kaligrafi Islam. Tapi hal itu tidak mengendorkan semangatnya, justru melecut diri untuk berkarya penuh konsentrasi.
“Saya memulai dengan huruf-huruf Arab, seperti alif, ba, ta, sebagainya,” kisah Syaiful, anggota Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah ini.
Tahapan menulis itu harus dilalui karena sepengakuannya ia memang belum tidak paham Bahasa Arab, Bahasa Al Qur’an. Sehingga untuk menulis pun belum punya kemampuan.
Di kampung halamannya, Syaiful mengaku rajin mengaji di surau. Biasanya tiap bakda Maghrib hingga ‘Isya. “Tapi ngajinya ya membaca, bukan menulis. Sehingga kalau membaca Al Qur’an ya bisa, meskipun standar anak-anak kampung,” paparnya.
Kamus online Wikipedia menyebut, Syaiful Adnan adalah salah seorang tokoh pembaharu seni lukis kaligrafi di tanah air yang menemukan hal baru di luar kaidah-kaidah baku dalam seni lukis kaligrafi. Syaiful banyak belajar dari orang-orang yang bukan pelukis, tetapi justru dari tokoh-tokoh rohaniawan, seperti Abdul Hamid Dimiyati (ahli kaligrafi dari IAIN (sekarang UIN) Yogyakarta serta Sirajudin (ahli kaligrafi dari Jakarta). Dari hasil pembelajaran itu, akhirnya ia menemukan gaya yang berbeda dari pelukis-pelukis kaligrafi lain, sehingga melahirkan aliran baru dengan julukan Kaligrafi Arab Syaifuli.
“Saya pernah dikritik Ustadz di Yogyakarta yang paham kaidah menulis Al Qur’an. Kritiknya adalah karya saya keluar dari kaidah,” jelasnya. Baginya, kritik adalah bagian dari pembelajaran untuk bisa maju dan berkembang.
Bak air bah yang sulit dibendung, karya kaligrafi Syaiful Adnan kemudian mengalir deras memasuki relung-relung hati pecinta karya lukis, baik muslim maupun non muslim. Ia mengaku, masa “keemasan” karyanya ketika Soeharto sebagai presiden. “Karya saya sering dijadikan souvenir oleh Pak Harto ketika bertemu dengan pemimpin negara lain, misalnya Zia ul Haq (Presiden Pakistan 1978-1988) dan Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam),” paparnya.
Ia menyebut dua nama missionaris asal Amerika Serikat yang juga mengoleksi karyanya. Di tanah air, karya kaligrafinya antara lain dikoleksi Oei Hong Djien, kolektor terkemuka tinggal di Mageng, Jateng.
Pada Pameran Kaligrafi Islam di Yogya International Airport (YIA) 15 Agustus 2021 hingga 15 September 2021, Syaiful menjadi salah satu kaligrafer yang akan ikut serta. Sebanyak lima karyanya siap bersanding dengan 150 karya seniman lain untuk menyemarakkan Syiar Tahun Baru 1443 H dengan tema “Berdoa untuk Negeri: Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”.
Acara ini diprakarsai Dini Mediapro, Islamic Art Exhibition, Kopi Kuden, Batiki Jannati Batik Filosofi Islam, Jaringan Saudagar Mushammadiyah (JSM) DIY, dan didukung mediamu.ID sebagai media partner. Selain Syaiful Adnan beberapa seniman lain yang ikut serta antara lain Syahrizal Koto, Agus Baqul, Iqrar Dinata, M Arif Syukur, Anwar Sanusi, dan Abdul J. Hawary.
“Pameran kali ini adalah bentuk syiar dakwah di area publik. Kami bermaksud membawa karya kaligrafi Islam kepada masyarakat luas,” jelas Taufik Ridwan, Koordinator Penyelenggara. (*)
Wartawan/Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow