Sekretaris PPA: Cetak Influencer Wasathiyah
YOGYA – Penelitian ini sebenarnya sudah agak lama, tetapi ketika diekspose tetap saja menyebabkan geregetan. Apalagi kita sering mengaku sebagai orang timur yang mengedepankan adab dan kesopanan. Ternyata hasil survei digital Microsoft menunjukkan bahwa netizen Indonesia paling tidak sopan se Asia Tenggara.
Hasil survei tersebut disampaikan Sekretaris PP ‘Aisyiyah, Dr. Tri Hastuti Nur Rochimah, M.Si., ketika mengawali materi tentang Literasi Digital Melalui Keluarga di Masa Pandemi. Acara bertajuk Harmoni Keluarga Edisi 15 ini diselenggarakan Majelis Tabligh PP ‘Aisyiyah, Jum’at (13/8).
Indikator survei tersebut adalah:
- penyebarluasan berita bohong atau hoax
- ujaran kebencian atau hate speech
- diskriminasi
- misogini
- cyberbullying
- trolling atau tindakan sengaja untuk memancing kemarahan
- micro aggression atau tindakan pelecehan terhadap kelompok marginal
- terjadinya penipuan
- doxing atau mengumpulkan data pribadi untuk disebarluaskan di dunia maya guna mengganggu atau merusak reputasi seseorang
- rekrutmen kegiatan radikal dan teror
- pornografi
“Basis literasi digital ini adalah keluarga. Oleh karena itu penguatan dari keluarga itu sangat penting,” kata Tri Hastuti.
Menurut laporan Hootsuite, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta (73,7%) dari total jumlah penduduk 274,9 juta. Kemudian, 170 juta (61,8%) di antaranya telah menggunakan media sosial. Generasi milenial mendominasi penggunaan medsos, paling banyak berasal dari kalangan muda dengan rentang usia 25-34 tahun.
Sayangnya, penggunaan internet memiliki problem berupa kurangnya kompetensi memahami kehidupan dunia digital dari sisi ketrampilan, keamanan, dan etika. Juga, komersialisasi data pengguna internet menjadi problem yaitu fenomena algoritma dan filter bubble, target iklan.
Fenomena paling marak adalah banyaknya hoaks dan fake news. Kemudian banyak orang menjadi agen penyebar dan sekaligus mudah terpapar hoaks contohnya isu covid, agama, kesehatan, dan vaksinasi. Hasil penelitian UGM yang menyebutkan bahwa tiap orang minimal memiliki 10 WAG dan 4 akun medsos, maka ini memicu fenomena buzzer yang marak terjadi.
Sebagai warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, Tri Hastuti mengingatkan untuk mulai menjadi Influencer wasathiyah. Karena wacana Islam literal masih mendominasi dunia medsos. Tidak hanya itu, masih minim influencer perempuan dengan pandangan Islam wasathiyah.
“Maka pengelolaan media sosial pandangan Islam wasathiyah secara lebih profesional harus terus digencarkan. Ini merupakan peluang dan pe-er ‘Aisyiyah seluruhnya agar ke depan mampu mencetak influencer perempuan,” tegas Tri. (*)
Wartawan: Mayda Dwi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow