Sudut Sabit dari Lereng Merapi

Sudut Sabit dari Lereng Merapi

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Farid Suryanto*

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Indah sekali sabit malam itu. Bertengger diatas langit Jogja yang binar lampu kotanya mulai temaram. Kalau sudah begini, rasanya ingin menghabiskan malam di jalan Malioboro, menikmati mahaseni jalanan dengan sajian khas penuh nilai. Lagu ‘Pulang ke kotamu..’, dengan petikan nada C berpadu violin. Ah. Jogja yang syahdu.

Semakin larut, inspirasi di sepanjang Malioboro agaknya semakin berjatuhan deras. Boleh jadi siapapun yang lewat bakal kejatuhan. Meletup di kepala. Walau hukum alam tetap berlaku: adalah mereka yang mampu memanjat tebing penghalang dan melakukan aksi yang dapat mengkonversi inspirasi menjadi karya.

Ketika lewat di lereng tenggara Merapi bersama rekan rekan dosen MIPA UAD, tidak sengaja lewat sebuah sekolah yang cukup menarik. SD Muhammadiyah Girikerto kabupaten Sleman. Sekolahnya rapi. Murid muridnya enerjik dan teratur. Pintar belakangan karena memang membikin orang menjadi pintar jauh lebih mudah ketimbang menjadikan orang teratur. Ketidakteraturan akan memusingkan banyak orang.

Pak Ikhsan dari Prodi Biologi tiba tiba punya ide brilian. Memanfaatkan lahan belakang sekolah yang terbengkelai. Dia akan bikin taman sekaligus lab buat anak anak. Syarat perlunya sudah ada: murid yang enerjik! Mungkin habbit itu kesetrum oleh kepala sekolah yang juga sangat enerjik, bu Nurul namanya. Maka saya jadi semakin yakin bahwa jika ingin semangat mengalir maka harus terdepat beda potensial. Jika ingin alirannya deras maka beda potensialnya juga harus tinggi. Semangat harus terus di re-charging.

Obrolan terus bergulir. Ditemani jadah tempe, puding pisang, dan gethuk. Olahan sekolah. Karena memang ini program mereka: tidak boleh jajan diluar. Sangat kreatif. Pak Imam Azhari, Dekan MIPA, saya lihat berkali kali nambah jadah tempe. Mungkin pagi itu belum sempat sarapan karena harus mengikuti ritme Prof. Hariadi, professor Fisika, yang dimiliki MIPA UAD dengan segudang prestasi. Saya beruntung. Sudah lama ikut ritme Prof. Robandi yang juga supra enerjik. Tidak terlalu kaget.

Indonesia adalah gudang masalah. Bagi para inovator gudang masalah adalah surga. Bagi para pemalas itu adalah sumber makian. Semakin kau melihat berjibun makian melayang di lini massa, semakin kau akan merasakan watak mereka. Bergeser.

Memang lelah. Mengubah masalah menjadi sebuah inovasi yang akan datang kembali kepada masyarakat sebagai solusi. Tenang. Kita masih punya sabit, purnama, dan Jogja. Kota dimana Tuhan tak pernah berhenti menjatuhkan inspirasi disetiap teras rumah dan jalanan kota. Sambut derasnya. Nikmati konversinya.


*Pengajar di MIPA UAD

Yogyakarta, Aug 15, 2018

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow