MediaMU.COM

MediaMU.COM

Portal Islam Dinamis Berkemajuan

May 5, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Ketika Pak Amien, Pak Din, dan Bu Chamamah Bersama-sama Mengetuk Pintu Langit

YOGYA – Inilah salah satu bukti membaurnya tokoh Muhammadiyah. Sekaligus bukti bahwa tokoh Muhammadiyah memiliki kepedulian pada persoalan kebangsaan.

Nama-nama seperti Prof. Dr. H. Amien Rais (Ketum PP Muhammadiyah 1995-1998), Prof. Dr. H. Din Syamsuddin (Ketum PP Muhammadiyah 2005-2010 dan 2010-2015), serta Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno (Ketum PP ‘Aisyiyah 2000-2005, 2005-2010) hadir dalam Ekspresi Budaya dan Doa Bersama secara online bertema Bersama Membalut Luka Negeri.

Para tokoh tadi, bersama tokoh lain, menjadi pembicara dalam acara Ekspresi Budaya Sejuta Wanita Mengetuk Pintu Langit yang diselenggarakan Persaudaran Mak Mak Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PMMI DIY). Kegiatan ini mengambil momentum Hari Kesaktian Pancasila, Sabtu (1/10), dan mengumpulkan kurang lebih 514 peserta dalam satu ruang teleconference.

“Kami ingin kembali merajut semangat harmoni di antara sesama anak bangsa bersama dengan perwakilan lembaga wanita,” tutur Ketua Panitia, Nur Aisyah Haifani, S.T., pebisnis yang aktif di Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) DIY.

Selain nama-nama tadi, acara juga dihadiri Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Dr. Muhammad Hidayat Nurwahid, Lc., M.A., H.M. Syukri Fadholi, S.H., Ustadz M. Jazir ASP, dan Prof. Dr. Aliyah Baswedan

Sebagai pembicara utama, Amien Rais mengawali dengan membacakan QS Al-Ahzab ayat 35 yang menunjukkan bahwa Islam tidak mendiskriminasi manusia berdasarkan gender. “Allah sama sekali tidak membedakan antara laki-laki maupun perempuan,” tegasnya.

Oleh karenanya, para perempuan yang disapa “mak-mak” dalam kegiatan ini juga perlu dilibatkan dalam perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Menyoal kondisi tanah air terkini yang menurutnya sedang carut marut penuh kezaliman, Amien menyampaikan bahwa umat Islam perlu mengambil bagian dari perjuangan tersebut.

“Ada kesenjangan ekonomi yang tidak masuk akal, empat orang terkaya di Indonesia kekayaannya sama dengan harta seratus juta orang Indonesia yang miskin,” jelasnya mengutip informasi dari Oxfam, lembaga ekonomi dari Inggris.

Hal lain yang dia soroti adalah penerapan hukum yang runcing ke bawah, namun lembek ke atas. Contohnya adalah hukuman penjara bagi seorang Ibu yang mencuri sabun di sebuah warung. Padahal dalam pandangannya, koruptor minyak dan batu bara malah terlindungi.

Amien mengingatkan bahwa umat Islam harus segera menghentikan pertikaian antarsesama. Menjalankan amar ma’ruf nahi munkar akan sangat sulit bila dilakukan secara berkelompok-kelompok.

Sedangkan Din Syamsuddin memberikan penilaian terhadap judul acara sore itu, “Tidak hanya puitis, tapi juga padat makna,” katanya. Indonesia negeri tercinta memang sedang menangis semenangis-nangisnya, ibarat kanker sudah pada stadium tertinggi.

Mengutip narasumber sebelumnya, yaitu Gatot Nurmantyo, Din menyampaikan bahwa kekuatan doa memang sangat dahsyat. “Jangankan satu juta wanita, seorang wanita saja, seorang mukmin atau mukminah, kalau betul-betul berdoa kepada Allah SWT tentu akan dikabulkan,” katanya.

Menurutnya, yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan adanya penumpukan masalah, baik sebelum maupun setelah datangnya pandemi. Hal itu sudah terlihat gejalanya, tapi diabaikan. Ini mungkin yang oleh Al Qur’an disebut “ujian”.

Menurut Din, “Doa bukanlah akhir.” Sebagaimana perintah sholat Jum’at yang mengharuskan untuk meninggalkan semua urusan. Setelahnya, Allah memerintahkan, “Bertebaranlah di muka bumi.” Aksi nyata pun diperlukan.

Sedangkan Siti Chamamah menyatakan kehadirannya dalam forum tersebut karena panggilan judul acara. “Judulnya mengajak para perempuan berdoa, kita akan mengetuk pintu langit,” katanya.

Sebagaimana kupasan beberapa narasumber sebelumnya, ia menyatakan poin yang sama bahwa persoalan-persoalan negeri harus dijawab dengan dua hal yakni doa dan aksi konkrit. Dengan begitu, Islam akan betul-betul hadir sebagai rahmatan lil ‘alamin. “Sehingga luka-luka di masyarakat ini dapat hilang, berkurang, sampai musnah,” serunya. (*)

Wartawan: Ahimsa W Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here