Pak Haedar: Hijrah, Iman, dan Jihad untuk Wujudkan Cita-Cita Bangsa
YOGYA – Muhammadiyah terus menggali spirit hijrah dalam satu nafas yang sama dalam menyongsong Tahun Baru 1443 Hijriah. Penegasan ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jum’at (13/8), secara virtual.
Tiga pembicara lain dalam acara tersebut adalah Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Dr. Hj. Chusnul Hayati, M.Si., dan Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif. Tulisan mereka ada di berita terpisah mediamu.com.
Haedar mengatakan, hijrah bukan sekadar perpindahan lokasi Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, juga terdapat proses takhrij (liberasi), takhrir (memerdekakan), dan tanwir atau mencerahkan.
Mengutip Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 218, Haedar menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman serta berhijrah dan berjihad di jalan Allah SWT mengharapkan rahmat-Nya.
Dengan kata lain, hijrah juga memiliki korelasi dengan jihad. Hijrah, iman, dan jihad adalah tiga dimensi yang sangat substansial dalam hal perjalanan secara Islam.
Sehingga dari akhir perjalanan jihad Nabi SAW yang panjang, mampu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya menghasilkan Madinah al Munawarah, bangunan peradaban yang cerah-mencerahkan. Dari situlah Islam kemudian menyinari dunia.
Di Indonesia, lanjutnya, hijrah dan jihad juga terwujud ketika kaum muslimin melawan penjajah cukup panjang dalam pergumulan begitu penuh duka dan derita. Tetapi, semangat kaum muslimin dan bangsa Indonesia untuk kemerdekaan tetap kokoh, kuat, dan tidak pernah mati.
Di antara kaum muslimin yang berjuang, Muhammadiyah merupakan salah satu pelopor yang berjasa dalam menggerakkan kebangkitan nasional melalui semangat jihad dalam makna luas.
Bahkan, Muhammadiyah pada masa itu turut memimpin perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Seperti dilakukan Ki Bagus Hadikusumo, dengan dibentuknya Askar Perang Sabil (APS) yang melawan Agresi Militer Belanda tahun 1946-1949.
“Dari situ bisa diartikan bahwa sejak perjuangan kemerdekaan bahkan pascakemerdekaan, kaum muslimin berada di satu nafas yang sama antara perjuangan keislaman dan kebangsaan sehingga tidak ada kontradiksi antara keduanya,” tegas Haedar.
Sehingga satu tarikan nafas antara semangat hijrah, iman, dan jihad dalam konteks keislaman dan keindonesiaan wajib terus dijaga dan direkonstruksi terus menerus.
Sekarang ini, menurut Haedar, tugas kaum muslimin adalah merajut kembali jiwa spirit atau nafas yang fundamental untuk aktualisasi baru di tengah kehidupan kekinian. Terlebih saat pandemi Covid-19, dimana tercatat lebih dari 115 ribu meninggal dunia di negeri ini dan di tingkat dunia mencapai 4,3 juta meninggal.
Tentunya ini merupakan problem kemanusiaan yang berat, bagaimana kaum muslimin dengan spirit hijrah dan kemerdekaan harus menjadi uswah hasanah di kondisi pandemi ini.
“Kalau tidak bisa memberi solusi, jangan memberi beban dan justru menambah kontroversi,” tegasnya. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Affan Safani Adham
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow